Beda dengan Telur, Harga Daging Ayam Anjlok Sejak Agustus
Berbeda dengan harga telur ayam yang terus mencetak rekor tertinggi, harga daging ayam mulai kembali normal memasuki minggu keempat Agustus 2022. Namun, mayoritas harga daging ayam di tingkat peternak masih belum membaik atau maksimal senilai Rp 20.500 per ekor.
Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia atau Pinsar menyatakan penurunan harga daging ayam utamanya disebabkan oleh kelebihan pasokan bibit ayam atau day old chick (DOC) hingga 40% dari total kebutuhan. Saat ini, produksi DOC lebih dari 70 juta ekor per minggu, sedangkan kebutuhan DOC di dalam negeri hanya 50 juta - 55 juta per minggu.
Sekretaris Jenderal Pinsar Mukhlis mengatakan kelebihan pasokan DOC tersebut mulai terjadi sejak akhir Maret 2022 akibat perubahan aturan Kementerian Pertanian atau Kementan. Dengan demikian, harga daging ayam saat panen Agustus 2022 anjlok karena pasokan daging ayam lebih tinggi 20% sampai 40% dari kebutuhan pasar.
"Harga di tingkat peternak tertekan menjadi Rp 19.000 - Rp 20.000 per ekor, padahal biaya produksi kami Rp 20.500 per ekor. Pada harga Rp 20.000 per ekor pun kami tidak untung," kata Mukhlis kepada Katadata.co.id, Rabu (24/8).
Aturan tersebut yakni Surat Edaran Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian terkait Larangan Penjualan Telur Tetas Ayam atau Hatching Egg (HE) untuk konsumsi kepada perusahaan pembibit dan pelaku usaha perunggasan.
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional atau PIHPSN mendata tren penurunan rata-rata harga daging ayam nasional dimulai pada minggu ketiga Juli 2022. Selama Agustus 2022, harga daging ayam tidak pernah menembus harga Rp 36.000 per ekor.
Pada 23 Agustus 2022, rata-rata harga daging ayam adalah Rp 35.350 per ekor. Angka tersebut lebih rendah 2,88% dari capaian 22 Juli 2022 senilai Rp 36.400 per ekor.
Secara teori, pembatasan pasokan daging ayam dapat menaikkan harga daging ayam di pasar. Mukhlis mengatakan hal tersebut tidak dilakukan peternak ayam potong karena terjadi kepanikan massal pada peternak ayam di dalam negeri.
Menurutnya, sebagian peternak ayam potong lebih memilih membanjiri pasar dengan hasil produksi untuk memutar arus kas. Sebagian peternak ayam lainnya membutuhkan dana untuk membayar kredit modal kerja akibat tingginya harga pakan.
Dengan kata lain, Mukhlis menyebutkan Pinsar belum berhasil menyatukan suara peternak ayam potong untuk memulihkan harga. "Derajat kepanikan peternak ayam potong terkait performa produksi tinggi, sehingga mau nggak mau banting harga," kata Mukhlis.
Mukhlis menyampaikan salah satu usaha yang telah dilakukan oleh Pinsar adalah berdiskusi dengan Badan Pangan Nasional atau Bapanas. Hasil diskusi tersebut adalah penggodokan harga pokok penjualan bagi peternak ayam potong sekitar Rp 21.000 - Rp 23.000 per ekor.
Dalam praktiknya, kata Mukhlis, perusahaan dagang plat merah akan menyerap surplus produksi peternak ayam potong. Mukhlis menilai langkah ini penting untuk mengurangi kepanikan peternak ayam dan menjamin kelanjutan produksi.
Di samping itu, Mukhlis telah meminta pemerintah untuk memprioritaskan peternak ayam potong berskala kecil dan mikro untuk mendapatkan subsidi pakan. Pasalnya, harga pakan saat ini masih di kisaran Rp 8.000 - Rp 9.200 per kilogram (Kg), sedangkan harga jagung telah turun hingga Rp 750 per Kg.
Mukhlis berpendapat fenomena tersebut yang menyebabkan margin peternak ayam makin terkikis. Pasalnya, biaya produksi tetap tinggi, sedangkan harga di pasar rendah akibat kelebihan pasokan.
Di sisi lain, Mukhlis mengatakan kelebihan pasokan produksi tersebut tidak bisa dialihkan ke pasar ekspor. Menurutnya, harga yang ditawarkan oleh mayoritas peternak ayam potong swadaya tidak kompetitif jika bersaing dengan peternak ayam potong berskala besar.
"Peternak ayam swadaya nggak bisa bakar uang. Kami nggak bisa bersaing dari harga karena harga pakan masih tinggi. Karena pakan 70% dari biaya produksi, harga pakan harus ditekan dulu, baru bisa bersaing di pasar ekspor," kata Mukhlis.
Pada Juli 2022, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo melepas ekspor produk unggas perdana ke Singapura sebanyak 50 ton atau senilai Rp 2 miliar. Ekspor produk unggas tersebut dilakukan oleh PT. Charoen Pokhpand Indonesia (CPI) dalam bentuk daging ayam beku dan daging ayam olahan.
CPI memiliki komitmen ekspor sebanyak 1.000 ton hingga akhir 2022 yang akan dikirim secara bertahap. Volume ekspor unggas tersebut akan terus bertambah menyesuaikan kondisi pasar Singapura.
“Ekspor ini membuktikan Indonesia semakin mendapat kepercayaan dunia, kesiapan produk - produk pertanian kita, lebih khusus produk ternak kita layak dan mampu memenuhi standar yang dibutuhkan pasar ekspor,” kata Syahrul dalam keterangan resmi, Rabu (13/7).
Adapun harga telur terus meroket. Ketua Umum DPP Ikatan Pedagang Pasar Indonesia atau IKAPPI, Abdullah Mansuri, mengatakan bahwa persoalan telur ini sudah terjadi sejak beberapa pekan terakhir. "Sebelumnya harga telur Rp 27.000 menuju Rp 29.000, ke Rp 30.000 bahkan sekarang sampai Rp 32.000 per kilo," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (23/8).
Dia mengatakan, harga telur saat ini tertinggi dalam sejarah. "Kami berharap agar persoalan di lapangan seperti persoalan pangan, petelur, persoalan distribusi menjadi persoalan yang fokus harus di selesaikan bukan lari dari persoalan," kata Abdullah.