Pemerintah Siapkan Strategi Ini Bila Kalah Gugatan Ekspor Nikel di WTO
Indonesia sedang menghadapi gugatan Uni Eropa atas kebijakan larangan ekspor nikel di World Trade Organization (WTO). Pemerintah menyiapkan beberapa langkah untuk mempertahankan hilirisasi nikel tetap berjalan.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan dirinya telah menemui Menteri Perdagangan Uni Eropa membahas gugatan tersebut. Dari pertemuan tersebut, Uni Eropa sebenarnya tidak memiliki bisnis nikel dan tidak ada unsur kepentingan usaha.
Namun, larangan perdagangan seperti itu memang tidak diperkenankan bagi negara-negara yang bergabung dengan WTO termasuk Indonesia. "Yang paling penting tidak boleh melarang. Melarangnya itu yang jadi problem," ujar Zulhas usai memaparkan Kinerja 100 Hari di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Minggu (25/09).
Zulhas mengatakan dirinya telah berdiskusi dengan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia. Pemerintah sedang menyiapkan alternatif lain agar kebijakan hilirisasi nikel di Indonesia tak terganggu dengan keputusan WTO tersebut.
Zulhas menegaskan, posisi pemerintah sudah jelas bahwa program hilirisasi menjadi prioritas utama. "Untuk hilirisasi itu harga mati bagi kita. Untuk menyelamatkan itu masih banyak jalan menuju Roma. Jadi hilirisasi tidak akan terganggu," ujarnya.
WTO kemungkinan akan mengeluarkan keputusannya pada Oktober nanti. Indonesia masih memiliki kesempatan untuk melakukan banding apabila dinyatakan kalah dalam gugatan.
"Kita tunggu saja panel putusannya nanti apa, kalau sudah putusan, kita ada beberapa langkah, bisa banding ya nanti kalau sudah putusan dulu baru kita bersikap," ujarnya.
Zulhas juga mengatakan banyak negara yang belajar dari Indonesia dalam melakukan hilirisasi termasuk kebijakan larangan ekspor biji nikel yang ditetapkan Presiden Jokowi sejak dua tahun tersebut.
"Banyak negara yang belajar, termasuk Afrika Selatan datang. Bagaimana mengurus nikel menjadi nilai tambahnya bisa ribuan persen. Banyak negara yang belajar pada kita, jadi itu kebijakan yang sangat bagus," ujarnya.
Kronologi gugatan Uni Eropa soal ekspor Nikel RI
Gugatan uni Eropa berawal ketika pemerintah Indonesia menerbitkan kebijakan larangan ekspor bijih mentah nikel. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019. Larangan ekspor bijih mentah nikel mulai berlaku 1 Januari 2020, tujuannya demi meningkatkan industri hilir nikel.
Uni Eropa memprotes kebijakan Indonesia tersebut pada November 2019. Mereka mengklaim peraturan tersebut tidak sesuai dengan kesepakatan umum tentang tarif dan perdagangan (General Agreement on Tariffs and Trade/GATT) 1994. Di samping itu, Uni Eropa menuduh pemerintah Indonesia telah memberikan subsidi yang tidak sesuai kepada industri nikel di dalam negeri.
Saat ini, ada 15 negara yang mengklaim hak pihak ketiga dalam gugatan tersebut, yakni Brasil, Kanada, Cina, Jepang, Korea Selatan, India, Rusia, Arab Saudi, Singapura, Taiwan, Turkiye, Ukraina, Uni Emirat Arab, Inggris, dan Amerika Serikat.
Pihak ketiga dalam sebuah gugatan biasanya entitas yang memiliki kepentingan substantif dalam gugatan yang sedang berlangsung atau terdampak dari hasil gugatan tersebut. Negara yang mengklaim pihak ketiga dapat memberikan opini terhadap gugatan tersebut tanpa harus bertanggung jawab terhadap dampaknya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo atau Jokowi menginggung tentang gugatan Uni Eropa ke WTO. Jokowi mengatakan tidak masalah Indonesia digugat pada WTO. Bahkan, ia juga tak mempermasalahkan apabila Indonesia kalah dalam gugatan itu.
"Kalau kalah ya tidak apa-apa. Industrinya sudah jadi," kata Jokowi pada forum diskusi, Rabu (7/9).
Jokowi mengatakan, langkah menghentikan ekspor memberikan nilai tambah produk dalam negeri. Selain itu, pendapatan negara juga akan meningkat.
Pada tujuh tahun yang lalu, ekspor nikel hanya mencapai US$ 1,1 miliar. Lalu pada 2021, ekspor nikel sudah mencapai US$ 20,9 miliar. "Lompatannya 19 kali. Untuk itu, ia meminta pemerintah tidak takut dalam menghentikan ekspor komoditas mineral," ujarnya.
Indonesia dikenal sebagai produsen nikel terbesar di dunia. Menurut data badan survei geologis Amerika Serikat (AS) atau US Geological Survey, produksi nikel Tanah Air mencapai 1 juta metrik ton pada 2021 atau menyumbang 37,04% nikel dunia.