Kisruh Meikarta Tak Kunjung Usai, Terus Membelit Selama 5 Tahun
Megaproyek Meikarta kembali mendapat sorotan setelah ratusan konsumen berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR pada Senin (5/12). Sekitar 100 orang yang tergabung dalam dalam Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM) menuntut pengembalian uang dikembalikan karena mereka tak kunjung menerima unit apartemen.
Grup Lippo buka suara terkait gugatan konsumen yang belum menerima unit apartemen. PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) ini memiliki proyek Meikarta melalui anak usahanya, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU).
Corporate Secretary Lippo Cikarang, Veronnika Sitepu, mengatakan perusahaan akan menyerahkan unit apartemen bertahap hingga 2027. Hal ini sesuai kesepakatan perdamaian yang disahkan atau homologasi, berdasarkan putusan No. 328/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga Jakarta Pusat tertanggal 18 Desember 2020 yang telah berkekuatan hukum tetap pada 26 Juli 2021.
"PT MSU senantiasa memenuhi komitmennya dan menghormati Putusan Homologasi yang mengikat bagi MSU dan seluruh krediturnya termasuk pembeli," kata Veronnika, dikutip Senin (12/12).
Meikarta Terus Diterpa Isu Negatif
Meikarta merupakan proyek ambisius Lippo Grup yang hendak membangun properti di atas lahan seluas 500 hektare dengan biaya sekitar Rp 278 triliun. Meski mengklaim membangun di atas lahan 500 hektare, Pemprov Jawa Barat hanya memberikan rekomendasi pengembang membangun proyek Meikarta di atas lahan seluas 84,6 hektare.
Meikarta tak henti diterpa kabar tak sedap sejak proyek itu dikenalkan kepada publik pada 2017. Berbagai isu negatif membelit seperti perkara suap, gugatan pailit, persoalan izin hingga gugatan konsumen.
Chairman Lippo Group Mochtar Riady pernah mengemukakan alasan megaproyek properti Meikarta di Cikarang, Bekasi kerap diterpa isu negatif. Mochtar mengatakan harga jual unit properti di Meikarta di bawah properti lainnya, telah membuat banyak perusahaan pengembang tak menyukainya.
Lebih lanjut Mochtar mengatakan, mereka yang kurang senang terhadap dirinya karena tidak hati-hati dalam menetapkan harga Meikarta, membuat banyak isu negatif. “Saya minta maaf, saya bukan sengaja. Hanya ingin memberikan barang yang termurah bagi masyarakat banyak,” kata Mochtar di Shangri-La Hotel, Jakarta pada Kamis (12/7/2018).
Mochtar mengatakan, biasanya modal pokok dalam membangun hunian mencapai Rp 9 juta per meter. Dengan modal pokok sebesar itu, pengembang akan menjual dengan Rp 13 juta. Tapi, pihaknya malah menjual dengan harga Rp 6 juta per meter.
“Ada satu kesalahan saya. Saya hanya melihat bagaimana memberikan perumahan yang murah. Saya lupa, dengan saya menjual Rp 6 juta per meter, banyak merugikan developer,” kata dia.
Mochtar menambahkan dia menekan harga jual dengan mengatur biaya pembangunan konstruksi yang efisien. “Apa saya mau rugi? Saya tidak mau rugi, tapi saya tidak untung banyak,” kata dia.
Mochtar mengatakan ketika itu pengembang Meikarta menargetkan menyelesaikan pembangunan 32 tower pada Desember 2018. Kemudian rencananya serah terima unit pada Maret 2019. “Kalau ini selesai, membuktikan apa yang saya janjikan, pasti akan selesai,” kata Mochtar.
Rupanya rencana besar Mochtar meleset. Menjelang akhir tahun 2022, banyak pembeli mengaku belum menerima unit apartemennya.
Selain tuntutan konsumen yang belum mendapatkan haknya, terdapat beberapa persoalan yang membelit proyek besar tersebut:
Terbongkarnya Suap Perizinan Meikarta Rp 16 Miliar
Grup Lippo menempuh beragam cara untuk memuluskan megaproyek Meikarta. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar suap pemberian izin yang melibatkan pejabat pemerintah kabupaten Bekasi dan petinggi Grup Lippo pada Oktober 2018.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memutuskan para pihak bersalah dan terbukti suap Rp 16 miliar untuk memuluskan proyek Meikarta.
Penerima suap yakni mantan Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin dihukum enam tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan. Dia juga harus membayar uang pengganti Rp 68 juta, subsider 6 bulan kurungan. Neneng juga dicabut hak politiknya selama 5 tahun setelah selesai menjalani hukuman.
Adapun pemberi suap yakni bos Grup Lippo, Billy Sindoro mendapat hukuman 3,5 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan penjara pada tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. Billy dinyatakan menyuap Bupati Bekasi Rp 16 miliar dan SGD 270 ribu. Kemudian, Billy mengajukan permohonan Peninjauan Kembali atas hukumannya itu. PK dikabulkan, akhirnya vonis penjara terhadap Billy menjadi 2 tahun.
Selain keduanya terdapat beberapa pejabat Pemkab Bekasi dan tiga orang konsultan Meikarta yang masuk bui karena terlibat kasus ini.
Vendor Menggugat Pailit
Dua perusahaan, PT Relys Trans Logistics (RLT) dan PT Imperia Cipta Kreasi (ICK), menggugat pailit pengembang Meikarta PT Mahkota Sentosa Utama (MSU). Gugatan pailit diajukan karena pengembang dianggap tak melunasi utang sebesar Rp 16 miliar yang sudah jatuh tempo atas kontrak promosi proyek tersebut. Gugatan dilayangkan pada awal 2018 tersebut ditolak hakim pada Juli 2018.
Setelah kalah gugatan pertama, dua perusahaan kembali menggugat pengembang megaproyek Meikarta. Perusahaan beralasan tak akan menyerah menagih utang karena mengklaim berhak menerimanya. Utang tersebut dianggap bagian dari gelaran pameran promosi Meikarta selama tiga bulan. Sejak Oktober hingga Desember 2017, ICK melakukan pameran di empat lokasi, yakni Lippo Plaza Jember, Lippo Plaza Sidoarjo, Malang Town Square, serta Central Park Meikarta. Lagi-lagi gugatan pailit ini kandas.
Biaya Iklan Meikarta Rp 1,5 triliun
Ambisi mewujudkan megaproyek Meikarta menyebabkan perusahaan properti Grup Lippo menanggung beratnya beban keuangan. Demi mempromosikan proyek ambisius tersebut, Lippo telah menggelontorkan dana lebih dari Rp 1,5 triliun.
Masifnya iklan Meikarta sudah terlihat sejak awal 2017. Hampir di semua media promosi seperti televisi, radio, surat kabar, billboard, hingga media sosial dipenuhi iklan Meikarta, yang menawarkan hunian berkelas metropolitan di sebelah timur Jakarta.
Merujuk pada riset Nielsen Ad Intel, Meikarta menempati urutan pertama sebagai produk dengan biaya iklan terbesar. Sekitar 58% iklan tersebut disebar dalam bentuk cetak, dan sisanya ditayangkan dalam bentuk digital. Selain itu, Meikarta menyumbang 36% dari total iklan properti yang dipublikasikan sepanjang 2017.
Meikarta gencar berpromosi lewat iklan di berbagai media sejak Mei lalu. Berdasarkan data situs Adtensity, rata-rata iklan Meikarta yang tayang di 10 stasiun televisi diputar 353 kali dalam seminggu. Setiap pekannya, biaya iklan sekitar Rp 40 miliar.