Konsumen Meikarta Unjuk Rasa di Bank Nobu, Tuntut Uang Dikembalikan
Konsumen apartemen Meikarta menggelar demonstrasi di kantor Bank Nobu Plaza Semanggi, hari ini. Para pendemo menuntut agar uang dikembalikan atau refund karena merasa pengembang Meikarta, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) tak kunjung menyelesaikan pembangunan.
Para konsumen berdemo di kantor Bank Nobu yang berperan sebagai pemberi kredit pembiayaan pembelian apartemen tersebut. Sebagian konsumen telah melunasi pembayaran apartemen dan mendapat janji akan menempati apartemen pada 2019.
Ketua Komunitas Peduli Konsumen Meikarta, Aep Mulyana, para konsumen meminta uang dikembalikan karena keberatan menungggu serah terima apartemen hingga 2027, sesuai keputusan PKPU. "Sudah ada masalah (pembangunan tertunda dari target), tapi masih dipaksa untuk terus membayar cicilan," ujar Aep saat ditemui di Plaza Semanggi, Jakarta, Senin (19/12).
Salah satu konsumen apartemen Meikarta Agung Satrio mengatakan sudah melunasi apartemen dengan membayar lewat sistem cicilan uang tunai bertahap selama dua tahun. Pengembang menjanjikan apartemen selesai pada 2019, tapi sampai saat ini bangunan tersebut belum diselesaikan.
"Saya juga pernah ditawarkan pindah unit, dengan alasan unit tersebut lebih cepat pembangunannya, tapi kenyataanya unit-unit tersebut tidak ada yang terbangun," ujar Agung.
Agung mengatakan sudah beberapa kali menagih refund, tapi tak mendapat tanggapan. Sikap pengembang ini membuat dia merasa dipermainkan. "Waktu saya tanyakan ke pihak MSU katanya "tunggu saja pak sedang berprogres" jawabannya selalu seperti itu," ujar Agung.
Aep mengatakan, dia dan lebih dari seratus konsumen Meikarta di komunitasnya saat ini, sudah membayar lunas apartemen tersebut. "Kami sudah tidak percaya lagi pada Meikarta. Lebih baik refund saja," ujarnya.
Hingga saat ini pengembang mengatakan sudah menyelesaikan 1.800 unit dalam waktu lima tahun. "Itu berarti dalam setahun mereka cuma bisa menyelesaikan 300 unit," ujarnya.
Aep berharap, para pengembang segera melakukan refund dan tidak acuh dengan permasalahan ini. Selain itu juga segera memberikan kejelasan kepada konsumen Meikarta.
Grup Lippo sebelumnya menjelaskan mengenai gugatan konsumen yang belum menerima unit apartemen. PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) ini merupakan induk dari pengembang proyek Meikarta, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU).
Corporate Secretary Lippo Cikarang, Veronnika Sitepu, mengatakan perusahaan akan menyerahkan unit apartemen bertahap hingga 2027. Hal ini sesuai kesepakatan perdamaian yang disahkan atau homologasi, berdasarkan putusan No. 328/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga Jakarta Pusat tertanggal 18 Desember 2020 yang telah berkekuatan hukum tetap pada 26 Juli 2021.
"PT MSU senantiasa memenuhi komitmennya dan menghormati Putusan Homologasi yang mengikat bagi MSU dan seluruh krediturnya termasuk pembeli," kata Veronnika, dikutip Senin (12/12).
Meikarta Terus Diterpa Isu Negatif
Meikarta merupakan proyek ambisius Lippo Grup yang hendak membangun properti di atas lahan seluas 500 hektare dengan biaya sekitar Rp 278 triliun. Meski mengklaim membangun di atas lahan 500 hektare, Pemprov Jawa Barat hanya memberikan rekomendasi pengembang membangun proyek Meikarta di atas lahan seluas 84,6 hektare.
Meikarta tak henti diterpa kabar tak sedap sejak proyek itu dikenalkan kepada publik pada 2017. Berbagai isu negatif membelit seperti perkara suap, gugatan pailit, persoalan izin hingga gugatan konsumen.
Chairman Lippo Group Mochtar Riady pernah mengemukakan alasan megaproyek properti Meikarta di Cikarang, Bekasi kerap diterpa isu negatif. Mochtar mengatakan harga jual unit properti di Meikarta di bawah properti lainnya, telah membuat banyak perusahaan pengembang tak menyukainya.
Lebih lanjut Mochtar mengatakan, mereka yang kurang senang terhadap dirinya karena tidak hati-hati dalam menetapkan harga Meikarta, membuat banyak isu negatif. “Saya minta maaf, saya bukan sengaja. Hanya ingin memberikan barang yang termurah bagi masyarakat banyak,” kata Mochtar di Shangri-La Hotel, Jakarta pada Kamis (12/7/2018).
Mochtar mengatakan, biasanya modal pokok dalam membangun hunian mencapai Rp 9 juta per meter. Dengan modal pokok sebesar itu, pengembang akan menjual dengan Rp 13 juta. Tapi, pihaknya malah menjual dengan harga Rp 6 juta per meter.
“Ada satu kesalahan saya. Saya hanya melihat bagaimana memberikan perumahan yang murah. Saya lupa, dengan saya menjual Rp 6 juta per meter, banyak merugikan developer,” kata dia.
Mochtar menambahkan dia menekan harga jual dengan mengatur biaya pembangunan konstruksi yang efisien. “Apa saya mau rugi? Saya tidak mau rugi, tapi saya tidak untung banyak,” kata dia.
Mochtar mengatakan ketika itu pengembang Meikarta menargetkan menyelesaikan pembangunan 32 tower pada Desember 2018. Kemudian rencananya serah terima unit pada Maret 2019. “Kalau ini selesai, membuktikan apa yang saya janjikan, pasti akan selesai,” kata Mochtar.
Rupanya rencana besar Mochtar meleset. Menjelang akhir tahun 2022, banyak pembeli mengaku belum menerima unit apartemennya.