Manufaktur Tumbuh Dekati 5%, Bagaimana Proyeksi Tahun Depan?
Kementerian Perindustrian mencatatkan sektor industri manufaktur tumbuh 4,88% pada kuartal ketiga 2022. Pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan pada periode sama tahun lalu sebesar 4,12%.
Sektor manufaktur juga memberikan kontribusi 16,10% terhadap Produk Domestik Bruto atau PDB nasional pada kuartal ketiga 2022. Nilai ekspor industri pada Januari-Oktober 2022 mencapai US$ 173,20miliar atau berkontribusi 76,51% dari total nilai ekspor nasional.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan kontribusi industri manufaktur masih merupakan yang tertinggi di antara sektor ekonomi lainnya. “Ini merupakan tugas kita bersama, bagaimana meningkatkan kinerja industri kembali sehingga kita bisa menjadi negara industri,” kata Agus dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa, (27/12).
Menperin mengemukakan, pertumbuhan sektor industri manufaktur sempat tertekan hingga minus 2,52% pada 2020 karena dampak pandemi Covid-19. Akan tetapi, melalui berbagai kebijakan strategis, kinerja sektor industri manufaktur di tanah air terus bangkit.
“Kinerja kembali bergairah pada 2021 dengan angka pertumbuhan sebesar 3,67%. Kemudian tren positif berlanjut pada 2022," kata dia.
Setelah kembali naik pada akhir 2021, pertumbuhan indutri manufaktur melesat pada kuartal I sebesar 5,47%, kemudian turun pada kuartal II sebesar 4,33% dan kuartal III sebesar 4,88%.
Target Optimistis Pertumbuhan Manufaktur 2023
Agus optimistis sepanjang 2022, industri manufaktur bakal mencapai pertumbuhan sebesar 5,01%. Adapun pada 2023, pertumbuhan industri manufaktur antara 5,1%-5,4%.
Dengan pertumbuhan sebesar itu, nilai ekspor industri manufaktur diperkirakan sekitar US$ 210,38 miliar tahun 2022, dan sebesar US$ 225-US$ 245 miliar pada 2023.
Sedangkan nilai investasi diperkirakan mencapai Rp 450 triliun-Rp 470 triliun pada 2023. "Adapun penyerapan tenaga kerja diperkirakan mencapai 19,2 juta-20,2 juta orang di tahun 2023," kata Agus.
Agus mengatakan tahun depan akan terdapat beberapa kendala atau tantangan. "Dengan berbagai pengalaman yang bersama-sama kita peroleh, kita lalui berbagai macam lesson learn. Saya dan kementrian Perindustrian tetap optimistis hadapi apapun tantangan di 2023," kata dia.
Pertama, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melambat akibat tingkat inflasi global yang tinggi, dan gangguan rantai pasok akibat ketidakseimbangan perdagangan.
“Kedua, depresiasi nilai tukar rupiah akibat kebijakan moneter di negara maju menaikkan tingkat suku bunga," kata dia.
Ketiga, perang Ukraina dan Rusia yang berkepanjangan dapat mengakibatkan kenaikan harga komoditas, krisis pangan, dan krisis energi.
Keempat, kemungkinan ketidakstabilan permintaan ekspor akibat permintaan global menurun. Dampaknya pengurangan produksi dan potensi PHK. “Kemudian, masih adanya ketergantungan impor bahan baku serta bahan baku penolong,” ujar Menperin.
Untuk mengantisipasinya, Kementerian Perindustrian akan menggulirkan beberapa program strategis. Dua di antaranya yakni pertama, program restrukturisasi mesin dan peralatan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) pasca-pandemi Covid-19.
Kedua, program peningkatan rasio penggunaan susu segar dari peternak dalam negeri. Tujuannya guna memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan susu serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku impor.