Menteri ESDM: Pertalite Masih Tersedia Tahun Depan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan BBM jenis Pertalite masih tersedia pada tahun depan. Menteri ESDM Arifin Tasrif menyatakan pemerintah tidak akan menghapus Pertalite tahun depan.
“Belum ya, belum hilang BBM Pertalite-nya,” ujar Arifin saat ditemui awak media di Kantor ESDM, Jumat (1/9).
Arifin merespons rencana Pertamina yang akan menghentikan distribusi Pertalite dan diganti oleh BBM anyar bernama Pertamax Green 92. Pertamax 92 ini merupakan campuran Pertalite dengan kandungan 7% bioetanol alias E7.
"Jadi penjualan Pertalite tak dihapus, kami meningkatkan kualitas Pertalite menjadi Pertamax Green," kata dia.
Saat ini Pertalite menjadi BBM yang paling banyak digunakan oleh masyarakat karena harganya yang terbilang murah. Saat ini Pertalite dibandrol seharga Rp 10.000 per liter.
Arifin menjelaskan saat ini pemerintah tengah mendorong ketersediaan produk BBM yang ramah lingkungan. Menurut dia, peningkatan oktan Pertalite menjadi RON 92 atau Pertamax Green 92 akan semakin bagus karena dapat mengurangi polusi udara.
"Jadi kami mau mencari jenis BBM yang ramah lingkungan. Kalau oktan numbernya makin tinggi maka akan semakin bagus," ujar Arifin saat ditemui di Gedung DPR RI, Kamis (31/8).
Arifin mengatakan BBM yang ramah lingkungan juga bisa mengurangi gas pencemar seperti nitrogen oksida (NOx) dan sulfur oksida (SOx). Sehingga pihaknya akan terus mendorong tersedianya produk BBM yang ramah lingkungan, dan rencana tersebut sedang dikaji.
Dia mengatakan, meskipun setiap kendaraan hanya sedikit yang mengeluarkan gas pencemar. Namun, karena jumlah kendaraannya banyak maka akumulasi gas pencemar tersebut lambat laun bisa menjadi banyak.
“Nah, kemudian sekarang kita juga harus bisa membangun kesadaran masyarakat terhadap bahaya emisi ini yang dihasilkan dari gas pencemar tersebut,” ujar Arifin.
Di sisi lain, Arifin mengatakan pemerintah juga belum mempertimbangkan apakah Pertamax Green 92 juga termasuk dalam jenis BBM bersubsidi. Mengingat, Pertamax Green 92 yang asalnya dari Pertalite diusulkan untuk tetap disubsidi.
Alasannya, Pertalite merupakan jenis BBM khusus penugasan (JBKP). Arifin mengatakan pihaknya keberatan jika Pertamax Green 92 harus disubsidi. Sebab ongkos produksi Pertamax Green lebih mahal dari Pertalite. "Kalau Pertalite pakai etanol biayanya naik, siapa yang mau bayar?,” kata dia.
Usulan BBM Pertalite Dihapus
Awalnya, penghapusan Pertalite tersebut diusulkan langsung oleh Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati.
Dia mengatakan, usulan mengganti Pertalite dengan Pertamax Green 92 merupakan implementasi paket kebijakan yang tertuang dalam ‘Program Langit Biru Tahap II’. Melalui program tersebut, perseroan mengusulkan Pertamax Green 92 sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan atau JBKP menggantikan Pertalite.
“Ketika ini menjadi program pemerintah, harganya akan diatur. Tidak mungkin JBKP hanya diserahkan ke pasar,” kata Nicke saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Rabu (30/8).
Pertamina menilai konsumsi Pertamax Green 92 dapat mendorong upaya pengurangan emisi dari sektor transportasi. Ini merupakan upaya Pertamina mendukung Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O.
Regulasi tersebut mengamanatkan kendaraan yang diproduksi sejak Oktober 2018, tidak lagi menggunakan bensin dengan oktan di bawah 91. Melalui program ‘Langit Biru Tahap Dua’, Nicke optimistis investasi di sektor bioenergi domestik akan meningkat.
Hal itu juga didukung lewat instrumen Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati atau Biofuel.