Indonesia Perlu Agresif Cetak Talenta Digital Sambut Bonus Demografi
Riset Lazada dan YCP Solidiance menilai Indonesia perlu agresif mencetak talenta digital lokal sedari dini melalui kolaborasi, penciptaan ekosistem, hingga pelatihan. Persiapan ini dianggap penting menjelang Indonesia akan mendapatkan bonus demografi pada 2030.
Partner & Head of YCP Solidiance Indonesia Gervasius Samosir mengatakan, Lazada dengan YCP Solidiance meriset sejak akhir tahun lalu. Riset bertajuk "Studi Lazada 2021: Pengembangan Talenta untuk Ekonomi Digital Indonesia" itu dilakukan melalui wawancara dengan berbagai pihak seperti pemerintah, pelaku pendidikan baik formal, informal, serta pendidikan khusus, dan pelaku di industri digital Indonesia.
Hasilnya, Indonesia perlu gencar mencetak talenta digital lokal. Riset tersebut menjelaskan bahwa ada sejumlah cara atau strategi yang bisa dilakukan oleh Indonesia, salah satunya dengan peningkatan aksesibilitas pendidikan teknologi. Sebab, saat ini penyediaan talenta digital terfokus di Pulau Jawa.
"Ini agar semua wilayah bisa menikmati manfaat ekonomi digital serupa dan harus ada daya ungkit," kata Gervasius dalam diskusi panel pada Rabu (2/3).
Kemudian, dalam mencetak talenta digital perlu ada kolaborasi antara universitas dan industri digital. "Kolaborasi ini dilakukan dari level skill set hingga kebutuhan regional dan nasional," katanya.
Kolaborasi juga terkait dengan kurikulum. Dalam hal ini, pemerintah terlibat untuk memberikan kurikulum yang sesuai kebutuhan industri.
Kemudian, Indonesia membutuhkan ekosistem teknologi digital berbasiskan riset. Lalu, berbagai pelatihan juga dibutuhkan.
Sebelumnya, raksasa teknologi global seperti Google, Amazon hingga Huawei juga telah gencar memberitakan pelatihan untuk mencetak talenta digital di Indonesia. Beragam skill dilatih, seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), pemrograman, hingga komputasi awan (cloud).
Menurut riset tersebut, Indonesia perlu mencetak talenta digital untuk menghadapi bonus demografi pada 2030. Saat itu, jumlah penduduk berusia produktif mencapai 64%.
"Namun, penduduk usia produktif itu harus cepat adaptasi dengan perubahan dan adaptasi keterampilan untuk berkompetisi," kata Executive Director Lazada Indonesia Ferry Kusnowo.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Mohammad Rudy Salahuddin juga mengatakan bahwa bonus demografi tersebut harus disikapi dengan peningkatan talenta digital. Apabila tidak, maka bonus demografi hanya akan jadi bumerang.
"Keterampilan tenaga kerja yang terbatas akan digeser oleh otomasi," katanya.
Berdasarkan riset bertajuk 'Automation and the future of work in Indonesia' pada 2019 dari McKinsey, otomasi akan membuat 23 juta pekerjaan di Indonesia tergantikan oleh robot pada 2030. Pekerjaan tergantikan terutama terkait dengan aktivitas fisik berulang.
Menurut McKinsey, pekerjaan fisik berulang seperti buruh pabrik, akan paling merasakan dampaknya. Pekerjaan ini diprediksi terotomasi hingga 78%.
Pemrosesan data, terutama terkait keuangan dan asuransi, juga akan tergerus 69%. Selanjutnya, pengumpulan data akan terotomatisasi 64%.
Namun, otomasi akan menambah 27-46 juta pekerjaan baru di Indonesia pada 2030. Pekerjaan baru tersebut diantaranya terkait dengan pengelolaan manusia, penyediaan keahlian khusus, hingga kemampuan interaksi antar instansi.