PLN Butuh Rp 101,8 Miliar untuk Bangun PLTP Mataloko
PT PLN berencana membangun pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Mataloko berkapasitas 20 Megawatt (MW) di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pembangunan pembangkit ramah lingkungan ini diperkirakan menelan biaya Rp 101,8 miliar.
General Manager Unit Induk Pembangunan (UIP) Nusa Tenggara, Joshua Simanungkalit, mengatakan pembangunan PLTP Mataloko sebagai langkah mendukung pemerintah meningkatkan peran Energi Baru Terbarukan (EBT). Pemerintah menargetkan EBT pada bauran energi nasional mencapai 23% pada 2025.
Proyek PLTP Mataloko saat ini dalam tahapan prakonstruksi di antaranya persiapan pengadaan lahan dan pengurusan izin. “Saat ini kami sedang melaksanakan proses pengajuan izin penetapan lokasi kepada Pemerintah Provinsi NTT, dan progress sampai dengan saat ini masih on the track," ujar Joshua dalam keterangan tertulis, Rabu (14/7).
PLTP Mataloko merupakan program pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan yang termasuk dalam program 35 ribu MW. Program ini merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) di wilayah tersebut. "Pembangkit yang dibangun di atas lahan seluas 210.700 meter persegi ini ditargetkan beroperasi komersial pada 2024," ujarnya.
Proyek pembangunan PLTP Mataloko telah mengantongi Izin Prinsip, Izin Kesesuaian Tata Ruang (RTRW), UKL – UPL Eksplorasi dan Izin Lingkungan Efektif dari pemerintah daerah setempat. Rencananya, lapangan pengembangan ini akan terdiri dari 6 area yakni Well Pad Area sejumlah 4 titik, Laydown Area, dan Access Road.
Selain PLTP Mataloko, PLN juga memulai persiapan pembangunan PLTP Ulumbu dan PLTP Atadei di NTT. Pembangunan sejumlah pembangkit ramah lingkungan ini merupakan salah satu upaya PLN mengurangi penggunaan energi fosil.
“PLN melihat pengembangan energi panas bumi yang signifikan harus segera dimulai dan diwujudkan. Dengan demikian kita mampu menciptakan ketahanan energi melalui renewable energy secara berkesinambungan," kata dia.
Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) nasional. Pada 2030, emisi GRK ditargetkan akan turun 29% tanpa bantuan dan 41% dengan dukungan internasional.
Salah satu strategi yang dilakukan adalah dengan mengubah bauran energi. Pemerintah akan meningkatkan bauran energi dari EBT dan menurunkan bauran energi dari batu bara. Berikut grafik Databoks rencana pengembangan EBT: