Meski Rugi, Perusahaan Grup Bakrie Tetap Bayar Cicilan Utang Rp 93,9 M
PT Bumi Resources Tbk (BUMI) membayar cicilan utang sebesar US$ 6,51 juta atau setara Rp 93,9 miliar untuk Tranche A. Padahal, per triwulan I-2020, anak usaha Grup Bakrie ini mengalami kerugian.
Direktur sekaligus Sekretaris Perusahaan Bumi Resources Dileep Srivastava menjelaskan, dengan pembayaran triwulanan cicilan kesepuluh ini, maka perseroan telah membayar total utang senilai US$ 327,82 juta atau Rp 4,72 triliun.
Total pembayaran utang itu terdiri atas pokok Tranche A sebesar US$ 195,8 juta dan bunga sebesar US$ 132,02 juta. "Termasuk bunga akrual dan bunga yang belum dibayar (back interest)," kata Dileep dalam siaran pers yang dikutip Katadata.co.id pada Rabu (8/7).
(Baca: Dituding Melindungi Grup Bakrie, BPK Adukan Benny Tjokro ke Bareskrim)
Dia menambahkan, pembayaran berikutnya atas Tranche A akan jatuh tempo pada Oktober 2020. Kupon PIK dari 11 April 2018 hingga 8 Juli 2020 atas Tranche B dan C, juga sudah mulai dikapitalisasi.
Pembayaran ini tetap dilakukan oleh perseroan di tengah penurunan kinerja keuangan. Bumi Resources mencatatkan rugi bersih sebesar US$ 35,09 juta atau setara Rp 509 miliar pada kuartal I 2020. Kinerja ini berbanding terbalik dari laba bersih pada periode pertama tahun lalu mencapai US$ 48,44 juta.
Berdasarkan rilis yang disampaikan oleh perusahaan pada Sabtu (30/5), tercatat pendapatan perusahaan turun 4% secara tahunan menjadi US$ 1,07 miliar. Beban pokok pendapatan pun tercatat naik 2,7% menjadi US$ 949,16 juta.
(Baca: Harga Batu Bara Anjlok, Perusahaan Grup Bakrie Rugi Rp 509 Miliar)
Selain itu beban usaha perusahaan juga meningkat sebesar 1,3% menjadi US$ 55,48 juta. Akibatnya, laba usaha Bumi Resources pun anjlok mencapai 49% secara tahunan menjadi US$ 72,3 juta.
Meski begitu, volume penjualan Bumi Resources sepanjang tiga bulan pertama 2020 sebanyak 21,5 juta ton, meningkat 3% secara tahunan. Kenaikan volume penjualan paling tinggi disokong oleh anak usahanya PT Arutmin Indonesia yang tumbuh 9% secara tahunan menjadi 6,3 juta ton.
Dileep menjelaskan bahwa penurunan kinerja perusahaan, salah satunya disebabkan oleh turun tajamnya harga batu bara sejak akhir 2018 terdampak perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok.
"Dan pada kuartal I 2020, harga batu bara mencapai titik terendah sejak 2016 karena virus corona dan lockdown di banyak negara yang mempengaruhi permintaan batu bara," kata Dileep melalui rilisnya.
Penurunan kinerja ini juga disebabkan oleh kegiatan operasional anak usahanya, PT Arutmin Indonesia yang menghasilkan batu bara berkalori tinggi. Hal tersebut meningkatkan strip ratio bagi Arutmin.
(Baca juga: Perusahaan Tambang Grup Bakrie Bayar Utang Rp 281 Miliar)