Lesunya Daya Beli Masyarakat Ikut Memukul Harga Saham Unilever
Kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG) sejak awal tahun ini, ternyata hanya diikuti oleh sebagian saham berkapitalisasi pasar besar di Bursa Efek Indonesia. Harga saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dengan kapitalisasi Rp 268 triliun, malah turun.
Sejak awal Januari ini, harga saham Unilever turun 4,42% menjadi Rp 7.025 per saham pada penutupan Rabu (13/1). Padahal, pada periode yang sama, IHSG melesat naik hingga 7,62% di level 6.435. Bahkan, indeks sektor konsumer juga naik 1,4% sejak awal tahun.
Tren penurunan harga saham Unilever Indonesia sejatinya sudah terpantau sejak tahun lalu. Harga saham perusahaan konsumer ini turun hingga 17,2% bila menghitungnya dari penutupan 15 Mei 2020 dengan harga Rp 8.575 per saham.
Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, penurunan harga saham Unilever berkaitan dengan daya beli masyarakat yang masih rendah. Salah satu patokannya yakni data inflasi sepanjang 2020 yang hanya mencapai 1,68%, terendah dalam setengah abad terakhir.
"Artinya, belum pulih daya beli masyarakat. Sedangkan, bagi sektor consumer good, daya beli masyarakat menjadi salah satu tolak ukur," kata Nico kepada Katadata.co.id, Rabu (13/1).
Apalagi saham Unilever merupakan saham yang dikoleksi sebagai portofolio investasi jangka panjang. Sedangkan saat ini, investor yang aktif di pasar modal, condong untuk melakukan trading jangka pendek memanfaatkan sentimen pemberitaan terhadap emiten tertentu.
Menurutnya, investor saat ini condong mempertimbangkan sentimen pemberitaan terhadap emiten bersangkutan, dibandingkan dengan fundamental dan valuasinya. "Unilever kan saham defensif. Tentu di saat seperti ini, orang mencari cuan trading jangka pendek," kata Nico.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Mimi Halimin menilai, dengan adanya program vaksinasi Covid-19, bisa membawa angin segar kepada saham-saham di sektor konsumer, termasuk Unilever. Dengan adanya vaksinasi, roda perekonomian bisa kembali berjalan dan mampu pulih secara bertahap pada 2021.
"Menjadikan daya beli yang lebih baik, serta dapat memicu penjualan produk oleh perusahaan konsumen. Sementara itu, kami juga berharap perusahaan konsumen dapat mempertahankan profitabilitasnya," kata Mimi dalam risetnya.
Mimi percaya perusahaan konsumer besar seperti Unilever, memiliki segmen bisnis yang terdiversifikasi sehingga lebih mampu bertahan terhadap volatilitas. Sehingga, kinerja perusahaan di tengah lesunya daya beli masyarakat, tetap bisa terjaga.
Daya beli masyarakat pun diramal kembali naik sebagai dampak kenaikan harga komoditas yang merambat naik sejak akhir tahun lalu. Salah satunya minyak sawit mentah (CPO) yang dapat membantu meningkatkan daya beli masyarakat karena industri perkebunan merupakan industri padat karya.
"Selain itu, kami juga memperkirakan nilai tukar rupiah yang lebih kuat dapat menunjang profitabilitas margin bagi perusahaan konsumer di 2021," kata Mimi.