Kemenkeu Mulai Cairkan Bantuan Subsidi Upah Rp 1 Juta Tiap Pekerja
Kementerian Keuangan mulai menyalurkan bantuan subsidi upah atau BSU kepada pekerja yang penghasilannya terganggu selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM level 3-4. Bantuan kepada 947.499 pekerja tersebut senilai Rp 947,499 miliar.
"Diiharapkan perusahaan dapat bangkit dari dampak pandemi, sekaligus membantu para pekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya," bunyi pernyataan dari akun Instagram Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan, Selasa, (10/8).
Pencairan pertama ini melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta VII, yang ditransfer kepada rekening Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja ( Ditjen PHI Jamsostek) Kementerian Ketenagakerjaan. Selanjutnya, PHI Jamsostek yang akan mentransfer langsung kepada daftar para penerima.
Pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 8,8 triliun anggaran untuk 8,8 juta pekerja. Setiap penerima akan memperoleh subsidi sebesar Rp 500 ribu per bulan selama dua bulan dengan dana yang disalurkan Rp 1 juta.
Ketentuan penerima subsidi upah ini mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 16/2021 tentang Pemberian Subsidi Upah tahun 2021. Dalam beleid tersebut, subsidi hanya akan diberikan kepada pekerja di wilayah level 3-4.
Calon penerima harus memiliki nomor induk kependudukan (NIK) dan terdaftar sebagai peserta program BPJS Ketenagakerjaan sampai dengan bulan Juni 2021. Namun, subsidi hanya diberikan kepada pekerja yang perusahannya menyetorkan data BPJS Ketenagakerjaan pegawainya ke Kementerian Ketenagakerjaan.
Selain itu, bantuan ini hanya diberikan kepada pekerja dengan upah tidak lebih dari Rp 3,5 juta. Apabila pekerja bekerja di wilayah dengan upah minimum kabupaten atau kota (UMK) di atas Rp 3,5 juta per bulan, maka angka tersebut digunakan sebagai batas kriteria upah.
Selanjutnya, pekerja formal yang akan menerima subsidi diutamakan yang berasal dari sektor yang terdampak pandemi paling berat. Targetnya pekerja di sektor usaha industri barang konsumsi, transportasi, aneka industri, properti dan real estate, perdagangan dan jasa kecuali jasa. Namun sektor jasa dikecualikan untuk jasa pendidikan dan kesehatan.
Sebelumnya pemerintah pernah memberikan program bantuan serupa demi meredam lonjakan angka kemiskinan dan mendorong daya beli masyarakat. Nilai anggaran yang dialokasikan tahun lalu sebesar Rp 29,4 triliun kepada 12,4 juta pekerja.
Penyaluran bantuan tersebut mendapat sorotan karena dianggap berpeluang menimbulkan ketimpangan antar pekerja. Peneliti INDEF Abra Talattov menilai pemberian BSU hanya menyasar pekerja dengan kriteria tertentu, khususnya bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Padahal, masih banyak pekerja di sektor formal yang perusahaannya tidak mendaftarakan pekerjanya pada program tersebut.
"Kemenaker juga perlu terbuka kira-kira berapa persen perusahaan yang tidak mendaftar ketenagakerjaan dan bagaimana nasib pekerja di perusahaan tadi," kata Abra dalam sebuah diskusi virtual, Senin (26/7).
Pemerintah memang telah menyalurkan bantuan khusus pada pekerja di non-formal, yakni Bantuan Presiden Produktif Usaham Mikro (BPUM) dan program kartu prakerja. Namun, penyaluran dua insentif tersebut dianggap Abra masih lamban.