Pandemi Corona Buat RI Terjerat Utang, Gali Lubang Tutup Lubang

Abdul Azis Said
11 Agustus 2021, 07:00
utang, pandemi corona
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.
Sejumlah pekerja kontruksi menyelesaikan pembangunan gedung di Jakarta, Kamis (29/7/2021).

Pandemi corona membuat Indonesia makin terjerat utang. Bahkan kondisi utang makin mendalam karena tak seimbang dengan pendapatan.

Ekonom INDEF Riza Annisa Pujarama menyoroti keuangan pemerintah yang sejak sembilan tahun terakhir mengalami defisit. Sejak awal pandemi pada 2020 hingga sekarang, kondisi keseimbangan primer semakin menurun tajam. "Bisa dikatakan pemerintah membayar utang dengan menarik utang baru seperti gali lubang tutup lubang," kata Riza dalam sebuah diskusi virtual, Selasa, (10/8).

Keseimbangan primer merupakan selisih antara nilai pendapatan pemerintah dengan pengeluaran untuk belanja di luar pembayaran untuk bunga utang. Keseimbangan primer negatif bila pendapatan negara lebih kecil dibandingkan belanja atau mengalami defisit.

Keseimbangan primer pada 2012 tercatat defisit Rp 52,78 triliun. Nilainya konsisten negatif, hingga 2020 mencatatkan defisit Rp 700 triliun.

Riza mengatakan kondisi keseimbangan primer yang terus memburuk dipengaruhi oleh pendapatan negara yang terus menunjukkan penurunan. Pendapatan negara terus turun bahkan sebelum pandemi Covid-19 dan pada tahun lalu turun paling mendalam dengan rasio pajak terhadap PDB hanya sekitar 8%.

"Proyeksi IMF bahkan menunjukkan ke depannya Indonesia masih akan dihadapkan pada rasio pendapatan yang rendah dibandingkan dengan Malaysia, Thailand dan Filipina," kata Riza.

Di sisi lain, belanja pemerintah justru menunjukkan pengeluaran yang tidak efektif. Belanja pemerintah masih didominasi untuk pembiayaan operasional dan pembayaran bunga utang. Belanja operasional yang dipakai untuk belanja pegawai dan belanja barang tahun lalu bahkan mengambil porsi 43% terhadap total belanja pemerintah pusat.

Alokasi belanja pemerintah pusat untuk membayar bunga utang juga terus membengkak, dari hanya 13,2% pada tahun 2016 menjadi 17,1% tahun lalu dan diperkirakan kembali naik menjadi 19,1% tahun ini. Kondisi tersebut berkebalikan dengan belanja modal dalam lima tahun terakhir yang terus menunjukkan penurunan. Nilai belanja modal tahun ini diperkirakan susut menjadi 12,6% terhadap belanja pemerintah, dari porsi tahun 2016 sebesar 18,2%.

"Karena itu, belanja utang pemerintah harus berkualitas agar bisa memberikan dampak multiplyer pada ekonomi, termasuk melakukan efisiensi belanja operasional karena porsinya cukup besar terhadap belanja kita," kata Riza.



Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah pada Juni 2021 sebesar Rp 6.554,56 triliun, naik Rp 1.290,49 triliun atau 24,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Jumlah tersebut juga naik Rp 136,4 triliun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar Rp 6.418,15 triliun.

Rasio utang pemerintah Juni 2021 terhadap PDB tercatat 41,35%, mengalami kenaikan signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 32,67%.

Surat berharga negara (SBN) masih mendominasi utang pemerintah yang proporsinya mencapai 87,14%. Utang tersebut terdiri atas SBN domestik yang sebesar Rp 4.430,87 triliun dan SBN valuta asing (Valas) Rp 1.280,92 triliun.

Pemerintah juga memiliki utang berupa pinjaman sebesar Rp 842,76 triliun. Pinjaman tersebut berasal dari luar negeri tercatat sebesar Rp 830,24 triliun dan dari dalam negeri mencapai Rp 12,52 triliun.

Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...