Tax Amnesty II Tinggal 24 Hari, DJP Bantah Bikin Jebakan Wajib Pajak
Program Pengungkapan Sukarela (PPS) alias tax amnesty jilid II tersisa kurang dari sebulan lagi hingga batas akhir 30 Juni 2022. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan program ini tidak bertujuan menjebak para wajib pajak yang mengungkapkan hartanya.
"Ini pertanyaan klasik, kalau setelah ikut PPS apakah diperiksa? Kalau sudah ikut PPS dan dideklarasikan semua ya enggak mungkin kita lakukan pemeriksaan," kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dalam acara Tax Gathering di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (6/6).
Selain itu, Undang-Undang juga telah memberikan jaminan bahwa wajib pajak yang sudah patuh tidak akan melalui pemeriksaan. "Jaminan bahwa PPS bukan sebagai jebakan bukan semata pernyataan Suryo dan petugas pajak lainnya, tapi memang sudah diatur dalam UU.
Suryo kembali mengingatkan untuk segera ikut PPS. Bukan hanya untuk menghindari adanya temuan harta belum lapor, tapi juga untuk memperoleh tarif pajak yang jauh dibandingkan tarif normal. Tarif program PPS berkisar 6% sampai 18%.
Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa petugas pajak kini memiliki akses terhadap informasi dan data para wajib pajak yang lebih baik ketimbang saat Tax Amnesty Jilid I. Melalui UU Nomor 9 tahun 2017 tentang akses informasi keuangan, kata dia, petugas pajak rutin menerima data harta wajib pajak dari perbankan.
"Belum lagi data dan informasi terkait harta wajib pajak yang kami dapat dari Kementerian dan Lembaga (K/L) serta pihak lainnya," kata Suryo.
Lebih lanjut, Ditjen Pajak juga memiliki kerja sama pertukaran data otomatis (AEoI) dengan otoritas pajak negara lain. Dengan begitu, petugas pajak juga mampu mengendus keberadaan harta wajib pajak yang disimpan di luar negeri sekalipun.
Adapun program PPS ini berlangsung selama enam bulan sampai dengan 30 Juni. Program PPS ini terdiri atas dua kebijakan. Kebijakan pertama, berlaku untuk wajib pajak orang pribadi atau badan yang pernah mengikuti tax amnesty jilid pertama tetapi masih ada harta yang belum atau kurang dilaporkan. Adapun harta tersebut, yakni yang diperoleh dari 1 Januari 1985-31 Desember 2015.
Bagi wajib pajak yang memiliki harta pada periode tersebut tetapi tidak ikut tax amnesty jilid I juga diperbolehkan ikut PPS pada skema pertama ini. Dalam skema pertama ini, berlaku tarif 6-11%.
Kebijakan kedua, hanya untuk wajib pajak orang pribadi yang hartanya diperoleh mulai 1 Januari 2016-31 Desember 2020. Dalam skema kedua ini, berlaku tarif 12%-18%.
Suryo juga mengingatkan konsekuensi bagi wajib pajak yang setelah tanggal 30 Juni masih terdapat harta yang belum dilaporkan. Bagi harta yang termasuk kebijakan I, maka dikenakan tarif lebih tinggi yakni 25% untuk wajib pajak badan, 30% untuk orang pribadi dan 12,5% untuk wajib pajak tertentu, ditambah sanksi sebesar 200%. Sementara untuk kebijakan II, maka dikenakan tarif 30% ditambah sanksi bunga perbulan ditambah uplift factor 15%.