Perlambatan Cina Memukul Tiga Bagian Perekonomian Indonesia
Pemerintah sepertinya harus lebih mewaspadai risiko perlambatan ekonomi Cina. Sebab, dibandingkan Amerika Serikat (AS), masalah ekonomi di Cina bakal berdampak lebih besar terhadap perekonomian Indonesia.
Kepala Grup Riset Ekonomi Direktorat Kebijakan Ekonomi Bank Indonesia (BI) Yoga Affandi menuturkan, dampak pelemahan ekonomi Cina berpengaruh terhadap tiga bagian penting perekonomian Indonesia. Pertama, perdagangan. Kedua, sektor keuangan. Ketiga, harga komoditas.
Di bidang perdagangan, misalnya, 20 persen produk ekspor Indonesia diserap oleh pasar Cina. Disusul oleh Jepang, AS, Singapura, India, Korea Selatan, dan Malaysia.
Sayangnya, mayoritas produk yang diekspor ke Cina itu merupakan komoditas mentah. Hanya 7,2 persen berupa barang konsumsi dan 1,5 persen barang modal. Padahal, Cina tengah mengubah arah kebijakan ekonominya dari berorientasi kon investasi menjadi konsumsi.
(Baca: Lembaga Keuangan Dunia Ramai-ramai Pangkas Pertumbuhan Ekonomi)
Mengacu pada kondisi ekspor Indonesia yang mayoritas masih berupa komoditas, peluang untuk meningkatkan ekspor ke Cina pun mengecil. Selain permintaan komoditas yang berkurang, penyebabnya adalah pendapatan masyarakat Cina turut mempengaruhi penurunan impor negara itu. Yoga mencatat, korelasi antara ekspor dan pendapatan masyarakat Cina menurun dari 0,6 persen pada 2012 menjadi 0,4 persen saat ini.
“Kami menghitung, setiap penurunan perekonomian Cina sebesar 0,5 persen akan berdampak pada penurunan perekonomian Indonesia 0,1 persen,” kata Yoga dalam acara diskusi bertajuk “Understanding China Risks” di Jakarta, Selasa (14/6). Sementara itu, ekonomi Cina diprediksi hanya tumbuh 6,7 persen tahun ini atau lebih rendah 0,2 persen dibandingkan tahun lalu.
Selain imbas perubahan kebijakan ekonomi Cina—yang kemudian berdampak pada permintaan—besarnya porsi ekspor komoditas Indonesia ke negara itu turut mempengaruhi harganya. Yoga menghitung, setiap berkurangnya permintaan Cina sebesar satu persen setahun akan berdampak terhadap penurunan harga komoditas sebesar tiga persen.
(Baca: Darmin Minta Cina Bantu Atasi Defisit Dagang Indonesia)
Di sisi lain, dampak perlambatan ekonomi Cina juga mempengaruhi pasar keuangan Indonesia meskipun tidak signifikan. Investasi langsung (Foreign Direct Investment/FDI) asal Cina ke Indonesia meningkat dari 0,5 persen terhadap total investasi pada 2009, menjadi dua persen tahun lalu. Tetapi berdasarkan nilai nominalnya, FDI asal Cina tetap berpengaruh terhadap pasar keuangan, khususnya untuk membiayai defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD).
Berdaarkan tiga bagian itulah, Yoga menyimpulkan peran perekonomian Cina lebih besar pengaruhnya terhadap Indonesia. Hasil kajian BI menunjukkan gejolak perekonomian AS hanya berpengaruh 0,3 persen terhadap Indonesia. Tetapi jika gejolak terjadi pada perekonomian Cina, maka pengaruhnya terhadap Indonesia sebesar 0,8 persen. Begitu juga pengaruhnya terhadap Indeks Nilai Tukar Efektif Riil (real exchange rate/RER), dari AS hanya berpengaruh 0,5 persen sedangkan Cina hingga 1,3 persen.
(Baca: Dalam Waktu Dekat, Cina Sulit Capai Pertumbuhan 7 Persen)
Untuk mengatasi dampak berlanjutnya perlambatan ekonomi Cina terhadap Indonesia, Yoga mengatakan, pemerintah perlu mengelola sentimen dan membangun kepercayaan pasar. Bentuknya bisa berupa kepastian kebijakan, dan menjaga fundamental ekonomi tetap kuat.