Usulan Masa Transisi Blok Mahakam Terkendala Aturan
KATADATA ? Pemerintah mengaku kesulitan memberikan masa transisi dalam pengelolaan Blok Mahakam. Pembahasan masa transisi tersebut akan terkendala kontrak kerjasama yang dimiliki Total E&P Indonesie dan Inpex dengan pemerintah.
Direktur Pembinaan Hulu Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Naryanto Wagimin mengatakan dalam kontrak tersebut, tidak disebutkan klausul soal masa transisi. Sulit bagi pemerintah untuk memberikan masa transisi, karena tidak ada dasar hukumnya.
Selain tidak ada di dalam kontrak, Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi kata dia juga tidak mengatur adanya masa transisi tersebut. Kalaupun, transisi dilakukan tahun ini Pertamina harus memberikan dana investasi kepada Total dan Inpex.
"Kan di contract base-nya kan tidak ada masa transisi. Kalau kita menghormati kontrak, tidak mungkin dilakukan masa transisi," kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (16/3).
Naryanto menyebut untuk mengkaji hal ini, pemerintah akan membentuk tim khusus. Tim tersebut akan terdiri dari orang-orang yang berkompeten yang diambil dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian ESDM, dan PT Pertamina (Persero).
Selain mengkaji masa transisi, tim tersebut juga akan mengkaji proposal dari Pertamina. Ini terkait dengan investasi yang disampaikan Pertamina, yang mengajukan investasi US$ 2,5 miliar. Angka tersebut, kata Naryanto, bisa saja berubah karena masih menggunakan asumsi harga minyak dunia US$ 100 per barel.
Pemerintah juga menargetkan agar produksi Blok Mahakam tidak turun ketika diambilalih oleh Pertamina. Sepanjang tahun lalu tercatat rata-rata produksi gas di Blok Mahakam mencapai 1,7 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd). Sedangkan produksi minyak mencapai 30.000 barel per hari.
Sebelumnya, Pertamina mengusulkan mengenai perlu adanya masa transisi sebelum mengelola Blok Mahakam. Usulan ini sudah disampaikan kepada pemerintah beserta proposal pengelolaan blok migas tersebut.
Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengatakan masa transisi tersebut diperlukan untuk menjaga produksi. "Pertamina mengajukan masa transisi, dan itu perlu untuk menjaga agar kegiatan operasional tidak terganggu dan produksi dapat dijaga," kata dia
Mengenai masa transisi ini, Total E&P Indonesie pernah meminta agar pemerintah memberikan masa transisi selama lima tahun setelah kontrak berakhir. President and General Manager Total E&P Hardy Pramono mengatakan kejelasan yang dimaksud bukan berarti Total ingin diajak dalam pengelolaan Blok Mahakam setelah habis kontrak.
Menurut dia Total membutuhkan kejelasan pengelolaan setelah 2017, karena menyangkut sejumlah kegiatan eksplorasi yang harus dilakukan saat ini. Kegiatan eksplorasi membutuhkan waktu empat hingga lima tahun sebelum berproduksi. Artinya eksplorasi yang dilakukan saat ini, baru bisa dinikmati hasilnya pada 2018.