DPR Cari Solusi Hukum untuk Freeport
KATADATA ? DPR akan mencari solusi untuk mengatasi kebuntuan investasi PT Freeport Indonesia. Secara hukum, Freeport terkendala UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) yang melarang ekspor sebelum membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter).
?Secara hukum, Freeport tidak dapat mengekspor hasil tambangnya sebelum membangun smelter,? kata Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha dalam rapat dengar pendapat dengan Freeport Indonesia, Senin (6/7).
Sedangkan secara ekonomi, jika tidak bisa melakukan ekspor maka bisa mempengaruhi kelangsungan bisnis Freeport yang akan berdampak ke tenaga kerja. Alhasil, ini dapat menganggu kegiatan investasi perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu. (Baca: Jokowi Beri Sinyal Setuju Kontrak Freeport Diperpanjang)
Guna mengatasi hal ini, Komisi VII sedang melakukan kajian hukum yang dapat memberikan kepastian investasi. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah mempercepat pembahasan revisi UU Nomor 4 tahun 2009.
Apalagi sampai saat ini, tidak ada satu pun perusahaan yang membangun smelter. Padahal UU Minerba memberikan batas waktu pembangunan smelter selama lima tahun setelah UU berlaku. Kemudian yang juga akan dibahas dalam perubahan UU Minerba tersebut adalah mengenai mekanisme perpanjangan kontrak.
(Baca: Ajukan Perpanjangan Izin, Freeport Minta Jatah Ekspornya Ditambah)
Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin meminta ada kejelasan status investasi sebelum kontrak karya perusahaan tambang itu berakhir pada 2021. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, permohonan perpanjangan paling cepat dua tahun sebelum masa kontrak berakhir. Dengan begitu saat ini Freeport belum berhak mendapatkan perpanjangan kegiatan operasional.
?Freeport berkomitmen mematuhi aturan yang berlaku jadi memperoleh kepastian investasi,? kata Maroef usai rapat dengar pendapat dengan Komisi VII. (Baca: Menteri ESDM: Pemerintah Takkan Nasionalisasi Freeport)
Selain membahas masa kontrak yang akan berakhir, pertemuan tersebut juga membahas perkembangan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter). Maroef juga berkomitmen akan menyelesaikan pembangunan smelter di Gresik sampai 2017. ?Sekarang sudah mengarah pada pengolahan lahan. Sudah di atas 3 persen,? ujar dia.