Dikepung Masalah Global, Pemerintah Perlu Pangkas Proyek Prioritas

Yura Syahrul
21 Januari 2016, 12:58
Infrastruktur
Arief Kamaludin|KATADATA
Proyek infrastruktur KATADATA|Arief Kamaludin

KATADATA - Perekonomian Indonesia pada tahun ini diperkirakan berada dalam kepungan berbagai persoalan eksternal. Hal ini bisa bermuara pada terganggunya penerimaan negara. Karena itu, pemerintah diminta untuk lebih fokus dan memangkas prioritas proyek infrastruktur.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengidentifikasi sejumlah persoalan ekonomi global. Mulai dari penguatan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) seiring dengan kebijakan penaikan suku bunga Fed rate, melorotnya harga komoditas yang merupakan andalan utama ekspor Indonesia, hingga efek berantai dari perlambatan ekonomi Cina.

Ia menghitung, penurunan ekonomi Cina sebanyak satu persen akan berdampak terhadap Indonesia sebesar 0,11 persen. Angka ini lebih tinggi dari pengaruh ekonomi AS, yang hanya 0,05 persen terhadap setiap satu persen penurunan ekonominya. Sementara itu, ekonomi Cina tahun ini diperkirakan hanya tumbuh 6,9 persen atau lebih rendah dari pencapaian tahun lalu yang sebesar 7,3 persen.

Di sisi lain, penurunan harga minyak akibat berlimpahnya produksi dan persoalan geopolitik di Timur Tengah mengakibatkan harga komoditas semakin merosot. Bahkan, penerimaan dari minyak dan gas bumi (migas) juga akan berkurang. Padahal, pemerintah membutuhkan penerimaan yang tinggi untuk bisa membiayai percepatan pembangunan proyek-proyek infrastruktur tahun ini.

(Baca: Ekonomi Indonesia Tahun Depan Terancam Defisit Kembar)

Meskipun penurunan harga minyak dunia juga membawa dampak positif bagi Indonesia jika diikuti penurunan harga bahan bakar minyak (BBM). Dengan begitu, inflasi akan semakin rendah dan Bank Indonesia (BI) mempunyai peluang lebih besar untuk menurunkan suku bunga acuan BI rate. Kebijakan tersebut akan memicu efek berantai berupa meningkatnya daya beli dan belanja rumahtangga, sehingga turut menopang pertumbuhan ekonomi.

Dalam kondisi tersebut, pemerintah harus menyesuaikan pengeluarannya dibandingkan menggenjot penerimaan pajak atau memperbesar utang. Konsekuensinya adalah pemerintah harus lebih selektif dalam membelanjakan dananya untuk proyek infrastruktur tahun ini. “Tidak usah banyak-banyak, cukup 20 sampai 30 proyek prioritas. Kalau defisit melebar, pemerintah harus menambalnya (dengan utang). Di tengah market begini, (sulit). Kuncinya di sana (mengurangi pengeluaran),” kata Andry di Jakarta, Kamis (21/1).

(Baca: Bank Dunia: Peringkat Kemudahan Berbisnis Indonesia Naik)

Langkah lain yang perlu dilakukan pemerintah untuk menangkal dampak perlambatan ekonomi global adalah memastikan masuknya investor asing. Untuk bisa menarik masuknya investasi langsung asing (foreign direct investment), pemerintah harus menjaga pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki iklim investasi. “Kalau dilihat dari PDB (produk domestik bruto), kontribusinya paling banyak dari investasi. Kalau terbatas (spending pemerintah), harus didorong investasi ke Indonesia,” katanya. Caranya dengan memperbaiki iklim investasi, deregulasi, dan meluncurkan paket kebijakan ekonomi.

Sayangnya, Indonesia saat ini masih menempati posisi 109 dalam hal kemudahan berinvestasi (easy of doing bussines) 2015 berdasarkan survei Bank Dunia terhadap 189 negara. Meski naik 11 tingkat dari tahun sebelumnya, posisi Indonesia masih di bawah negara-negara jiran, seperti Malaysia dan Singapura yang masing-masing di posisi 18 dan 1.

Selain itu, perlu juga menarik masuknya dana asing (capital inflow) ke pasar saham. Ini bisa membantu mengurangi defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Apalagi, impor diperkirakan akan meningkat seiring dengan upaya pemerintah mendorong pembangunan infrastruktur.

Reporter: Desy Setyowati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...