Sanksi Dicabut, Pemerintah Jalin Kerja sama Energi dengan Iran
KATADATA - Sejak sanksi internasional dicabut pertengahan Januari lalu, pemerintah Indonesia membuka peluang untuk bekerja sama dengan Iran. Kerja sama ini meliputi sektor energi seperti ketenagalistrikan serta minyak dan gas bumi (migas). Hal itu mengingat Iran dinilai berpengalaman di sektor ini.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Teguh Pamudji mengatakan Iran memiliki potensi untuk bekerja sama dengan Indonesia. Dari segi pendanaan, negeri para mullah itu dinilai sebagai negara bermodal kuat. “Dia mempunyai uang dan mau investasi di Indonesia,” kata Teguh di Gedung Direktorat Jenderal Minerba Jakarta, Selasa, 16 Februari 2016. (Baca: Menjajaki Minyak ke Negeri Iran)
Untuk mewujudkan investasi tersebut, pemerintah Indonesia dan Iran sudah bertemu untuk melakukan pembahasan. Pertemuan pertama di Bali, Jumat 13 Februari 2016. Pertemuan bilateral yang berlangsung tertutup ini membahas mengenai kelistrikan. Iran dikabarkan akan berinvestasi pada pembangkit tenaga air dan energi terbarukan.
Rencana investasi ini sejalan dengan program pemerintah yang ingin menggenjot energi terbarukan. Pada 2025, target pemakaian energi terbarukan sebesar 23 persen dari total pemakaian energi. Pemakaian energi ramah lingkungan juga merupakan langkah Indonesia untuk lepas dari jebakan energi fosil yang bakal habis. (Baca: Jebakan Minyak Murah, Pemerintah Dukung Proyek Energi Baru Rp 47 T)
Selain berencana menanamkan modal di listrik, Iran akan masuk sektor migas. Pembahasannya di Jakarta, Selasa 23 Februari nanti. Namun Teguh menyatakan belum mengetahui proyek yang akan digarap bersama. Dia mengatakan dalam pembahasan tersebut tidak tertutup kemungkinan PT Pertamina akan mengelola blok migas yang ada di Iran. Asalkan hal tersebut menguntungkan negara.
Iran juga berinvestasi membangun kilang minyak. “Ada beberapa tempat yang mau dilakukan survei, tapi saya belum tau persisnya,” ujar dia. Saat ini pemerintah juga sedang berfokus membangun kilang minyak dalam negeri. Ada dua kilang yang masuk program strategis nasional yakni kilang di Bontang dan Tuban. Kapasitas kedua kilang ini masing-masing sekitar 300 ribu barel per hari. Kilang Bontang dibangun melalui skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha, sementara Kilang Tuban melalui skema penugasan ke PT Pertamina.
Kilang Bontang saat ini sedang dalam tahap penjajakan pasar dan akan dilelang pada Juni 2016. Sementara Kilang Tuban sudah ada lima investor yang tertarik menjadi mitra Pertamina. Kelima investor tersebut yakni Saudi Aramco dari Saudi Arabia, Kuwait Petroleum Inc dari Kuwait, dan Sinopec dari China. Lalu ada Rosneft dari Rusia, serta perusahaan konsorsium Thai Oil Thailand dan PTT GC Thailand.
Selain dua proyek kilang tersebut, pemerintah juga akan membangun kilang di Arun, Provinsi Aceh dan Papua. Kedua proyek ini memang tidak masuk dalam proyek strategis nasional. Kilang yang belokasi di Arun, Aceh berkapasitas 300 ribu barel per hari akan menggunakan skema KPBU seperti Bontang. Kilang ini akan dibangun di sebelah kilang gas alam cair (liquified natural gas/LNG) PT Arun NGL dengan luas 300 hektare. Sementara kilang di Papua akan dibangun di Sorong. Skema pembangunan di Sorong sampai saat ini masih dalam pembahasan. Yang jelas, kilang itu merupakan pengembangan kilang yang sudah ada di Sorong.
Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama Kementerian ESDM Ego Syahrial juga mengatakan di sektor migas, Iran bisa bekerja sama untuk memasok minyak mentah dan membangun kilang. Untuk sektor ketenagalistrikan, Iran akan membangun pembangkit listrik tenaga air dalam skala besar dan kecil. Skalanya puluhan hingga seribuan megawatt. Rencana tersebut sudah disampaikan dalam pertemuan bilateral di Bali, akhir pekan lalu. “Baru tahap awal. Perlu ada pembahasan lagi,” ujar Ego kepada Katadata, Selasa, 16 .