Pertamina Dapat Tugas Garap Infrastruktur Hilir di Indonesia
KATADATA - PT Pertamina (Persero) mendapatkan penugasan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk membangun infrastruktur hilir minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia Bagian Timur. Penugasan ini diberikan untuk mempercepat pengadaan jaringan infrastruktur sehingga target pemerintah menaikkan ketahanan energi menjadi 30 hari bisa tercapai.
Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan, pemerintah mengalokasikan dana hampir Rp 25 triliun untuk pembangunan infrastruktur migas. “Kami juga diminta bisa menyiapkan lokasi mana saja yang kira-kira siap secara lahan,” kata dia di Jakarta, Kamis (25/2).
Namun, saat ini Pertamina baru akan menyiapkan 20 proyek yang ditugaskan oleh pemerintah. Dari jumlah itu, 16 proyek merupakan pembangunan tangki Bahan Bakar Minyak (BBM) dan sisanya pembangunan terminal elpiji. Total investasi yang dibutuhkan mencapai Rp 1,08 triliun. Seluruh dana itu bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.
(Baca: Pemerintah Siapkan Rp 1,9 Triliun Bangun Enam Infrastruktur Hilir)
Tangki BBM yang akan dibangun nantinya memiliki total kapasitas 71.500 kiloliter (kl). Kapasitas paling besar akan dibangun di Wayame (Maluku) dengan kapasitas 30 ribu kl. Wianda mengatakan, Wayame memiliki kapasitas paling besar karena bisa menerima produk impor. “Yang biasanya kami offloading di terminal Wayame,” ujar Wianda.
Sementara lokasi lainnya berada di Badas berkapasitas 2.500 kl, Waingapu 2.500 kl, Maumere 5.000 kl, dan Pare-Pare 2.500 kl. Selain itu, Merauke 7.500 kl, Ternate 3.000 kl, Masohi 1.000, Bula 3.000 kl, Dobo 2.000 kl, Labuha 1.500 kl, Saumlaki 1.000 kl, Nabire 5.000 kl, Namlea 3.000 kl, dan Bima 2.500 kl. Alokasi dananya mencapai Rp 212 miliar.
Sementara untuk proyek pembangunan terminal elpiji menghabiskan dana Rp 870 miliar. Total kapasitasnya 6.000 metrik ton (mt). Lokasinya di Jayapura dengan kapasitas 2.000 mt, Wayame 2.000 mt, Tenau (Kupang) 1.000 mt, dan Bima 1.000 mt. Dengan pembangunan infrastruktur tersebut, Wianda berharap tidak ada lagi gangguan pasokan elpiji akibat gangguan cuaca atau hal lainnya, terutama di Indonesia bagian timur.
(Baca: Pemerintah Bangun Infrastruktur Elpiji di Papua)
Selain penugasan dari pemerintah, Pertamina akan membangun infrastruktur hilir lainnya dari kas perusahaan. Nilainya investasinya sekitar US$ 638 juta. Ada tujuh proyek yang akan digarap oleh Pertamina. Lima proyek merupakan proyek lanjutan (carry over) dari tahun sebelumnya. Kelima proyek tersebut yakni pengembangan terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) di Pulau Sambu, pembangunan terminal elpiji di Jawa Barat, Padang, Bali, dan revitalisasi terminal elpiji di Arun.
Terminal BBM di Pulau Sambu memiliki kapasitas 150.000 kiloliter. Proyek ini diperkirakan akan beroperasi pada triwulan III 2016. Nilai investasinya mencapai US$ 103 juta. Sementara untuk pembangunan terminal elpiji di Jabar kapasitasnya US$ 88.000 metric ton (mt), dan investasinya mencapai US$ 215 juta. Proyek ini rencananya akan selesai 2019. Proyek pembangunan terminal elpiji di Padang ditargetkan selesai 2018. Kapasitasnya 3.000 mt, investasinya sekitar US$ 17 juta. Pembangunan terminal elpiji di Bali memiliki kapasitas 3.000 mt dengan investasi US$ 15 juta. Proyek ini diperkirakan akan selesai 2018. Untuk revitalisasi elpiji di Arun kapasitasnya 88.000 mt dengan investasi US$ 40 juta. Proyek ini diperkirakan selesai 2017.
(Baca: BUMN Lintas Sektoral Bersinergi Garap Proyek Infrastruktur Energi)
Selain proyek lanjutan (carry over), Pertamina juga memiliki rencana pengembangan infrastruktur hilir migas di Jawa Timur dan Bontang. Di Jawa Timur, Pertamina akan membangun terminal elpiji dengan kapasitas 88.000 mt dengan investasi US$ 227 juta. Proyek ini diperkirakan akan selesai pada 2020. Sedangkan untuk pembangunan terminal elpiji di Bontang menghabiskan dana sekitar US$ 20 juta. Kapasitasnya mencapai 100.000 mt dan akan selesai 2018.