Penerimaan Masih seret, Pemerintah Pangkas Proyeksi Ekonomi 2017
Pemerintah menurunkan batas bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan, dari semula 5,5-5,9 persen menjadi 5,3-5,9 persen. Proyeksi tersebut merupakan bagian dari dokumen “Kerangka Makro Ekonomi 2017” yang diserahkan pemerintah melalui Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Jumat (20/5).
Bambang menyatakan, keterbatasan ruang fiskal tahun ini masih akan terus berlanjut dan menjadi tantangan perekonomian tahun depan. Karena itu, upaya yang dilakukan pemerintah adalah fokus meningkatkan penerimaan pajak mulai tahun ini.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah mendorong pemberlakuan Undang-Undang Pengampunan Pajak (tax amnesty) sehingga basis pajak bisa meningkat. Sayangnya, pembahasan beleid amnesti pajak itu di DPR berjalan lamban.
Jika kebijakan itu gagal dijalankan, Bambang mengaku, pemerintah telah menyiapkan strategi lain. Yaitu, mendorong penerimaan pajak dengan mengejar kewajiban wajib pajak orang pribadi. "Kami akan dorong penerimaan pajak orang pribadi (kalau tax amnesty gagal)," katanya.
Bambang menegaskan, penerimaan perpajakan menjadi penting untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Sebab, belanja pemerintah untuk infrastruktur masih akan menjadi motor pendorong perekonomian nasional.
(Baca: Menkeu: Penerimaan Pajak 2017 Hanya Bertambah Rp 30 Triliun)
Di sisi lain, pemerintah diperkirakan masih menghadapi penyerapan belanja yang belum optimal pada tahun depan. Masalah lainnya adalah pemberian subsidi yang lebih tepat sasaran, pengendalian belanja yang bersifat mengikat (mandatory spending), dan pengendalian keseimbangan primer.
Karena itu, pemerintah menetapkan tema kebijakan fiskal 2017 yaitu: Pemantapan Pengelolaan Fiskal untuk Peningkatan Daya Saing dan Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan dan Berkeadilan. Demi mendukung tema tersebut, pemerintah menetapkan tiga strategi.
(Baca: Ditopang Tax Amnesty, Bambang Yakin Pertumbuhan Ekonomi Tercapai)
Pertama, meningkatkan kualitas stimulus fiskal, baik melalui pendapatan negara, belanja negara, maupun pembiayaan. Kedua, memantapkan daya tahan fiskal melalui penyediaan bantalan fiskal dan meningkatkan fleksibilitas dalam pengelolaan fiskal. Ketiga, menjaga kesinambungam fiskal dan mengendalikan risiko dalam jangka menengah dan panjang melalui pengendaliam defisit, rasio utang, dan keseimbangan primer.
Selain mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi, pemerintah juga telah menetapkan sejumlah asumsi makroekonomi 2017. Pertama, inflasi ditargetkan empat persen plus minus satu persen. Angkanya sama dengan target inflasi tahun ini yang tercantum dalam APBN 2016.
Kedua, kurs rupiah diproyeksikan berada pada kisaran Rp 13.650-Rp 13.900 per dolar Amerika Serikat (AS). Perkiraan tersebut sudah mempertimbangkan berbagai risiko yang berpotensi memberikan tekanan terhadap pergerakan nilai tukar, baik dari eksternal ataupun domestik.
Ketiga, pemerintah memproyeksikan harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) sebesar US$ 35-US$ 45 per barel. Proyeksi ini mengacu kepada permintaan minyak yang diperkirakan meningkat seiring dengan kenaikan kebutuhan energi dalam rangka pemulihan ekonomi global. Di sisi lain, kenaikan permintaan tidak disertai tambahan pasokan minyak dunia, baik dari kelompok negara-negara pengekspor minyak (OPEC) ataupun non-OPEC.
(Baca: Permintaan Lemah, BI Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi)
Keempat, produksi siap jual atau lifting minyak dan gas (migas) diperkirakan mencapai sekitar 1.790-1.910 ribu barel per hari (bph). Rinciannya, lifting minyak bumi sekitar 740-760 ribu bph dan gas bumi sekitar 1.050-1.150 ribu barel setara minyak per hari.
Proyeksi tersebut lebih rendah dibandingkan tahun ini karena penurunan produksi secara alamiah lapangan-lapangan migas utama di Indonesia. Selain itu, investasi untuk kegiatan eksplorasi migas juga terkendala harga minyak yang masih rendah.
Kelima, pemerintah menargetkan penurunan tingkat pengangguran pada kisaran 5,3-5,6 persen tahun depan. Sedangkan tingkat kemiskinan ditargetkan turun menjadi 9,5-10,5 persen. Adapun kesenjangan ekonomi atau rasio gini diharapkan turun menjadi 0,38 persen dari 0,41 persen pada tahun ini.