Yakin Tax Amnesty Sukses, Pemerintah Naikkan Target Pajak Penghasilan
Penerapan pengampunan pajak atau tax amnesty diyakini akan menambah pendapatan negara seratusan triliun rupiah. Optimisme penambahan penerimaan tersebut mengingat pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak sudah masuk tahap konsinyering antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Jika kebijakan ini diterapkan pada Juli, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan akan ada tambahan penerimaan Rp 165 triliun. Karena itu, ia menaikan target Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas dari Rp 715,8 triliun menjadi Rp 819,5 triliun dalam RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016.
“Penerimaan PPh kami perbaiki dari penerapan tax amnesty,” kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro usai rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Jakarta, Kamis, 2 Juni 2016. (Baca juga: Pajak Penghasilan Perusahaan Akan Dipangkas Jadi 20 Persen).
Walau target penerimaan PPh nonmigas dinaikkan, namun pemerintah pesimisitis akan total pemasukan yang akan masuk ke kas negara. Oleh karena itu, dalam RUU RAPBN 2016 tadi, target pendapatan dipangkas Rp 88 triliun. Salah satu pertimbangannya, dampak penurunan harga minyak mentah dunia cukup besar.
Misalnya, target penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipotong dari Rp 571,7 menjadi 474,2 triliun. Sebab, restitusi yang dibayarkan pemerintah tahun ini besar, imbas dari “transfer” pengembalian kelebihan pajak tahun lalu. (Baca: Perluas Basis Pajak, Pemerintah Akan Turunkan Pajak Penghasilan).
Meski begitu, Bambang yakin penerapan tax amnesty akan mengurangi pembayaran restitusi karena wajib pajak yang ingin mengikuti fasilitas ini tidak bisa mengajukan instrumen pajak tersebut. “Mungkin tax amnesty juga bisa membantu penerimaan PPN,” ujar dia.
Sementara itu, penurunan yang cukup besar terjadi pada PPh migas dari Rp 41,4 menjadi 24,3 triliun. Perhitungan ini dengan asumsi harga minyak dunia masih menurun imbas pasokan yang melimpah. Per Mei saja, rata-rata harga minyak Indonesia, Indonesia Crude Price (ICP), hanya US$ 32 per barel. Tahun ini, pemerintah juga mengubah proyeksi ICP dari US$ 50 per barel menjadi US$ 35 per barel.
Penurunan harga minyak ini juga mempengaruhi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diubah dari Rp 273,8 menjadi 205,4 triliun. Karena produksi minyak dan gas diperkirakan lebih rendah pada tahun ini, proyeksinya pun menurun masing-masing menjadi 810 ribu barel per hari dan 1.115 ribu barel setara minyak per hari.
Pada akhirnya pemerintah mematok pendapatan negara Rp 1.734,5 triliun, dengan belanja negara Rp 2.047,8 triliun. Penurunan kecil ini menunjukan bahwa pemerintah membuka ruang pelonggaran defisit anggaran menjadi 2,48 persen terhadap Produk Domestik Bruto atau Rp 313,3 triliun, dari sebelumnya Rp 273,2 triliun atau 2,15 persen. (Lihat pula: Tax Amnesty dan Keresahan Lapangan Banteng).
Untuk memperlebar ruang defisit ini, pemerintah harus menambah pembiayaan Rp 40,2 triliun dari Rp 273,2 triliun. Pemerintah akan menggunakan Sisa Anggaran Lebih senilai Rp 19 triliun dan menambah penerbitan Surat Berharga Negara Rp 21 triliun. Termasuk dengan adanya pinjaman dari Bank Dunia sebesar US$ 400 juta, juga untuk menutup defisit anggaran.