Pemerintah Jokowi Dinilai Masih Hadapi Risiko Perekonomian
Survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo terus menguat. Namun, para ekonom melihat, pmerintah masih menghadapi risiko di bidang perekonomian.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyebut risiko yang dihadapi pemerintah saat ini lebih besar dibandingkan risiko politik. salah satu risiko tersebut adalah menjaga ekspektasi investor dan masyarakat terkait pembangunan infrastruktur.
Menurut dia, 12 paket kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah sejak September tahun lalu belum berdampak signifikan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Di satu sisi, sebagian besar indikator makroekonomi memang cukup terkendali, dengan pertumbuhan ekonomi yang masih kuat, inflasi semakin terkendali, dan external balance dalam level yang sehat.
Namun, di sisi lain, daya beli masyarakat khususnya di pedesaan belum membaik. Josua menyataka,n rilis data upah riil buruh tani dan pekerja informal cenderung dalam tren menurun.
Selain itu, ia menilai pertumbuhan ekonomi saat ini belum cukup berkualitas. Hal ini ditandai dengan rendahnya daya serap pertumbuhan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi.
Josua pun menyebut, selanjutnya yang harus diperhatikan pemerintah adalah mendorong optimalisasi penerimaan negara, sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) lebih sehat. Secara garis besar, kebijakan-kebijakan terkait pangan, industri, dan ketenagakerjaan perlu dibenahi.
Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, dia menilai Presiden akan melakukan perombakan kabinet (reshuffle). "Khsususnya pada menteri dengan kinerja yang buruk,” ujarnya kepada Katadata, Senin (25/7). (Baca: Jokowi Ingin Proyek Infrastruktur Digarap Swasta)
Ekonom BCA David Sumual juga memiliki pandangan yang tak jauh berbeda. Ia mengatakan pemerintah punya target memacu pertumbuhan ekonomi. Karena itu, Presiden harus mencari tim yang kuat, solid, dan memiliki kinerja baik.
Saat ini, David menganggap masih ada kesulitan dalam koordinasi. “Beberapa kebijakan kerap tumpang tindih, atau mungkin terlalu banyak koordinasi,” ujarnya. (Baca: Jelang Reshuffle, Jokowi Siapkan Opsi Tim Ekonomi Kabinet). Sebagai contoh, dia menunjuk dua kementerian koordinator yaitu Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Bidang Maritim.
David mengatakan, pergantian menteri cocok dilakukan pada tubuh kementerian dengan kinerja yang kurang baik. Yang dapat menjadi pertimbangan adalah catatan mengenai ketimpangan pengangguran, serta ekonomi yang juga lesu.
Sekadar informasi, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada Minggu (24/7) merilis hasil survei terbarunya. Survei itu mengungkapkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden terus menguat. Hanya 30 persen responden survei yang kurang atau tidak puas. (Baca: DPR Setuju Pertumbuhan Ekonomi 5,2 Persen)
“Data ini menunjukkan warga pada dasarnya optimistis menghadapi ekonomi masa depan,” kata Direktur Program SMRC Sirojudin Abbas dalam siaran persnya. Sebagai perbandingan, pada Juli 2015 ada 55 persen responden yang menyatakan ketidakpuasan mereka atas pemerintahan Jokowi.