Presiden Dorong Teknologi Finansial buat Transaksi Keuangan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong masyarakat, khususnya kaum muda, menciptakan teknologi digital terutama di bidang keuangan (financial technology/Fintech). Teknologi ini nantinya akan digunakan untuk meningkatkan akses keuangan, baik perbankan maupun lembaga keuangan lainnya. Alhasil, target inklusi atau penetrasi layanan jasa keuangan sebesar 75 persen dari seluruh masyarakat Indonesia tahun 2019 dapat tercapai.
"Saya sangat optimistis peningkatan inklusi keuangan adalah salah satu hal yang penting sebagai alat memangkas kesenjangan pendapatan di negara kita atau di belahan dunia. Saya berharap konferensi ini dapat melahirkan terobosan dalam penggunaan teknolgi digital dan inklusi keuangan," ujarnya saat membuka acara "Indonesia Fintech Festival & Conference" di Indonesia Convention and Exhibition (ICE) BSD, Tangerang, Selasa (30/8).
Presiden pun memandang, pengembangan fintech ini sangat penting. Alasannya, adanya aplikasi-aplikasi atau piranti lunak terkait penjualan produk akan semakin mendekatkan pihak produsen dengan konsumen. Sebab, selama ini mata rantai yang panjang menyebabkan terjadinya ketimpangan: harga murah di sisi produsen dan tinggi di konsumen.
(Baca: Bank Dunia: Manfaat Teknologi Digital di Indonesia Masih Timpang)
"Saya berikan contoh, misalnya tadi ada (aplikasi) Tani Hap. Petani punya barang, menjadi anggota dari Tani Hap dan mau menjual ke konsumen. Konsumennya bisa saja restoran, bisa hotel. Yang biasanya harus lewat empat, lima sampai enam mata rantai, ini bisa langsung sehingga harga di petani naik tiga hingga empat kali lipat karena (aplikasi) ini memutus mata-mata rantai itu," ujar Jokowi.
Di tempat yang sama, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, pemerintah menaruh perhatian khusus untuk memutus mata rantai distribusi barang dengan menggunakan teknologi. Sebab, pemerintah bakal lebih mudah memutus mata rantai tersebut. Kalau hal itu tidak dilakukan, "Konsumen dirugikan, inflasi naik, dan petani tetap miskin," ujarnya.
Menyikapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah sangat mendukung pengembangan teknologi untuk keuangan ini. Kehadiran fintech membuat biaya yang harus dikeluarkan semakin kecil, lebih efisien, dan risiko yang tidak terlalu besar. Namun, ini merupakan tantangan bagi perbankan dan lembaga keuangan lain yang masih menggunakan model bisnis yang lama.
Lembaga keuangan harus melihat ini tidak hanya ancaman dan tidak melakukan respons, tapi harus melihat ini adalah kesempatan agar bisnis mereka lebih efisien dan dapat menjadi alat menjangkau masyarakat," ujar Sri Mulyani. (Baca: Kontrol Bantuan Sosial, Pemerintah Luncurkan E-Warong)
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad menyatakan, pihaknya sangat berharap pemerintah terus mendukung pengembangan fintech ini karena menjadi masa depan akses keuangan di Indonesia. "Dalam waktu dekat kami akan menerbitkan pedoman perubahan peraturan bagi industri keuangan yang ingin kolaborasi dengan fintech, agar berkembang fintech di Tanah Air," ujarnya.
Meskipun penuh dengan dukungan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengingatkan para regulator keuangan dalam hal ini OJK dan BI, harus betul-betul menyiapkan peraturan yang tepat. Menurutnya, kedua lembaga tersebut perlu berhati-hati dalam menetapkan kebijakan fintech ini agar tidak menguntungkan satu pihak saja. (Baca: Lima Desa Digital Disokong Bank Indonesia)
"Level playing field-nya harus sama. Jika tidak, maka pemain-pemain lama tentunya akan melakukan protes," ujar Darmin.