Clinton atau Trump, Siapa Paling Bahaya Bagi Bursa Saham?
Menjelang hari pemilihan umum presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) pada Rabu (9/11) mendatang atau Kamis (10/11) dinihari waktu Indonesia, bursa saham dan pasar keuangan bergejolak. Hasil pilpres tersebut dan kepastian pemenangnya pun ternyata tidak menjamin kondisi pasar, khususnya di Amerika, bakal lebih baik.
Pada penutupan perdagangan di bursa Amerika, Jumat pekan lalu, indeks Dow Jones merosot 0,24 persen dari hari sebelumnya atau turun 1,93 persen dalam sebulan terakhir. Sedangkan indeks S&P 500 terkoreksi 0,17 persen atau 3,18 persen dalam sebulan terakhir.
Para analis pun mulai mengeluarkan prediksi kondisi bursa saham dan pasar keuangan terhadap dua skenario hasil pilpres, baik untuk kemenangan Hillary Clinton dari kubu Partai Demokrat atau Donald Trump yang diusung Partai Republik. Barclays Plc., dalam laporannya seperti dilansir Bloomberg , Senin (7/11), menyatakan, jika Partai Republik memenangkan pilpres maka dampaknya akan menyerupai akibat keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa (Brexit) pada Juni lalu.
Di sisi lain, pasar juga diprediksi akan menerima dampak yang tidak kalah buruknya apabila Clinton yang menang dan menggantikan Barrack Obama sebagai Presiden Amerika. (Baca: IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Global Akibat Brexit)
Sedangkan JPMorgan Chase & Co. mengeluarkan prediksi yang cukup mengejutkan. Pasar diperkirakan akan memberikan reaksi yang serupa, baik terhadap kemenangan Trump maupun Clinton. Padahal, sebelumnya para pengamat lebih mengkhawatirkan dampak kemenangan Trump terhadap kondisi pasar karena kebijakannya dianggap tidak sejalan dengan pasar.
Pasar negara berkembang juga akan terdampak oleh hasil pilpres Amerika. Jika Clinton menang, maka para investor berpotensi memburu saham-saham sektor pertahanan Cina, karena dia dinilai sebagai kandidat yang lebih militan.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Strategi CLSA Ltd. untuk Cina dan Hongkong, Francis Cheung. Para produsen komoditas dari negara-negara berkembang menantikan kenaikan permintaan dari Amerika seiring meningkatnya belanja infrastruktur.
Namun, ketidakpastian akan terjadi kalau Trump yang menjadi Presiden Amerika. "Saya tidak tahu negara mana yang akan diuntungkan apabila Trump menang,” kata analis dari SMC Markets, Margaret Yang.
Pakar minyak dan gas Rusia dari Saxo Group, Nadia Kazakova, menyatakan kekagetan global mampu menghantam pasar Rusia lebih keras dibandingkan negara lainnya.
Sedangkan Citigroup memprediksi indeks saham di negara-negara Berkembang (MSCI) akan segera merosot setidaknya 10 persen, dengan dominasi saham-saham Meksiko, kalau trump memenangkan pilpres. Institute for International Finance menjelaskan, hampir 80 persen ekspor Meksiko dialokasikan untuk Amerika.
Sementara itu, pakar investasi dari Citi Private Bank di Hong Kong, Ken Peng, menyebut Cina akan menjadi negara di Asia yang menderita apabila Trump menang. Sebab, Trump diramal akan mengeluarkan kebijakan perdagangan yang membatasi ruang gerak Cina.
Analis dari CIMB Securities Ltd. Ben Bei pun menimpali, kebijakan proteksionisme Amerika akan berdampak buruk terhadap perekonomian negara yang sangat bergantung pada ekspor.
Berikut ini proyeksi terhadap pasar saham, surat utang, dan mata uang di pasar global, serta harga komoditas untuk setiap potensi kemenangan masing-masing kandidat Presiden Amerika, seperti dikutip dari Bloomberg.
I. Pasar Saham
Jika Clinton menang:
“Pasar sudah menetapkan harga untuk kemenangan Clinton,” ujar analis dari SMC Markets, Margaret Yang. Ia menilai potensi perubahan pasar saham kecil jika Clinton menang. Bahkan, Barclay Plc memperkirakan Indeks S&P 500 bisa meningkat 3 persen dengan kemenangan tersebut.
Meski demikian, saham di sektor farmasi dan bioteknologi akan terpukul. Para peneliti dari BlackRock Inc. menggarisbawahi keluhan Clinton atas meroketnya biaya di dua sektor tersebut. Bahkan, Citigroup Inc. telah memangkas peringkat industri kesehatan Eropa pada September lalu, dengan mempertimbangkan risiko hasil pemilu Amerika.
Di sisi lain, rencana Clinton mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil berpotensi memperkuat posisi harga saham produsen energi alternatif. Morgan Stanley melihat peluang pada dua perusahaan, yaitu Sunrun Inc. serta NextEra Energy Inc.
Jika Trump menang:
Margaret Yang mengatakan kemenangan Trump akan memicu aksi jual besar-besaran di tengah tingginya harga saham di bursa Amerika saat ini. Pasar akan bereaksi lebih keras dibandingkan saat Inggris keluar dari Uni Eropa, yang kala itu indeks S&P 500 anjlok 5,3 persen dalam dua hari.
Sementara itu, Barclays memperkirakan Indeks S&P 500 akan turun tajam sebesar 13 persen dengan kemenangan Trump. Namun, ahli strategi ekuitas Citigruoup Tobias Levkovich menilai penurunan tersebut tidak akan lebih dari 5 persen.
Kepala Divisi Valuta Asing JPMorgan, John Normand, mengatakan sulit memprediksi dampak jangka panjang kemenangan Partai Republik. Penyebabnya, rancangan kebijakan Trump yang inkonvensional, termasuk dalam hal perdagangan, imigrasi dan fiskal.
II. Surat Utang
Jika Clinton menang:
Kemenangan Clinton akan mendongkrak imbal hasil surat utang karena para investor melakukan aksi jual atas aset-aset berisiko. Hal ini disampaikan para analis Bank of America Corp. dalam sebuah laporannya. Dampak lain yang terjadi adalah meningkatnya biaya kredit untuk perorangan maupun korporasi di seluruh dunia karena Amerika menjadi acuan utang global.
Yield surat utang Amerika telah naik 36 basis poin sejak Clinton melampaui Trump dalam sejumlah jajak pendapat sejak akhir Juli lalu. Meski demikian untuk jangka panjang, kemenangan Clinton hanya berpengaruh kecil terhadap imbal hasil surat utang, selama Partai Republik berpengaruh di Kongres.
Pertimbangannya, stimulus fiskal Clinton relatif kecil, terlebih jika memangkas pajak dan belanja infrastruktur, dibandingkan dengan rencana kerja yang diusung Trump. Kemenangan kubu Demokrat akan berdampak pada pengeluaran belanja, dan mengerek imbal hasil surat utang.
Jika Trump menang:
Dua pekan setelah Inggris mengakhiri keanggotaannya di Uni Eropa pada Juni lalu, yield surat utang di Amerika yang menjadi acuan pasar surat utang global, anjlok 39 basis poin dan masih belum pulih hingga September. lalu Hal yang sama diperkirakan akan terjadi jika Trump memenangkan pilpres. (Baca: 7 Kota Ini Berpeluang Rebut Bisnis dari London setelah Brexit)
Credit Agricole SA memprediksi, adanya dampak masif yang akan membuat yield merosot setidaknya 10 basis poin. Namun, survei yang dilakukan Lyngen memperlihatkan penurunan yang lebih sedikit. Analis JP Morgan, John Normand mengatakan yield akan turun di bawah 1,7 persen beberapa hari menyusul kemenangan Trump, dari 1,78 persen pada Jumat pekan lalu.
Namun, kebijakan pemotongan pajak dan belanja infrastruktur yang diusung Trump akan memulihkan level yield, terutama jika kubu Republik menguasai parlemen dan senat. Bank of America meyakini yield hanya akan tetap stagnan di bawah kepemimpinan Trump.
III. Mata Uang
Jika Clinton menang:
Dolar Amerika Serikat diprediksi akan menguat atas mata uang negara-negara maju lainnya. Hal ini disebabkan kemungkinan bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga dananya pada Desember nanti, bakal semakin besar. Perkiraan ini dilansir oleh firma riset London, Capital Economics. Sedangkan mata uang negara berkembang hanya akan mengalami sedikit penguatan.
(Baca: Tahan Bunga Rendah, Bank Sentral Amerika Dicurigai Main Politik)
Jika Trump memang:
Dolar akan jatuh atas sejumlah mata uang asing utama dunia, dan peso Meksiko akan ikut terpuruk. Societe Generale memprediksi peso melemah 17 persen dari posisinya di level 23 per dolar AS pada Jumat pekan lalu.
Mata uang sejumlah negara maju, termasuk yen, euro, pound dan franc juga berpotensi menguat karena Cina berupaya mengurangi aset-aset Amerika Serikat. Di sisi lain, The Fed terlihat sedang menunda kebijakan pengetatan moneternya.
IV. Komoditas
Jika Clinton menang:
Kebijakan Clinton untuk lingkungan hidup, terutama untuk memerangi perubahan iklim, akan menekan sektor batubara dan minyak bumi. Pasar gas alam akan diuntungkan dari janji Clinton untuk menghilangkan ketergantungan pembangkit listrik terhadap batubara dengan menggunakan gas, sebelum akhirnya beralih kepada energi terbarukan.
Jika Trump menang:
Batubara akan diuntungkan dan gas alam terpuruk, apabila Trump menjadi Presiden Amerika. Sebab, dia berjanji mengembalikan kelestarian lingkungan, dengan mengedepankan “batubara bersih”. Pada September lalu, Bloomberg Intelligence memperkirakan kemenangan kubu Republik mampu memangkas 11 persen permintaan gas alam di tahun 2030 dibanding catatan tahun lalu, dengan meningkatkan penggunaan batubara.
Di sisi lain, harga minyak diprediksi menguat karena Trump ingin menghapus kesepakatan nuklir Obama dengan Iran, menurut John Kilduff dari Again Capital. Analis JPMorgan, John Normand, memperkirakan harga minyak mentah acuan Brent akan naik ke level US$ 54 per barel pada akhir tahun.