Sri Mulyani Waspadai Rokok Ilegal dan PTKP Hambat Penerimaan 2017
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi pemerintah dalam mengejar target penerimaan negara sebesar Rp 1.750 triliun tahun ini. Target tersebut naik 12,79 persen dari realisasi penerimaan negara tahun lalu yang sebesar Rp 1.551,8 triliun.
Menurut dia, denyut perekonomian yang masih lemah menjadi jadi tantangan untuk mencapai target penerimaan 2017. Di luar itu, ada tantangan berupa kebijakan kenaikan pendapatan tidak kena pajak (PTKP) sejak 2015 lalu. “Keputusan pemerintah menaikkan PTKP itu mengurangi (potensi) penerimaan pajak,” kata Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (3/1).
Selain itu, ada juga tantangan berupa penurunan penerimaan bea dan cukai. Tahun lalu, penerimaan dari pos ini menurun 0,5 persen menjadi Rp 178,7 triliun. Sri Mulyani menduga, penerimaan cukai menurun lantaran meningkatnya pasokan rokok ilegal. Karena itu, ia mendorong peningkatan pengawasan penyelundupan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
(Baca juga: Musnahkan Rokok dan Miras, Sri Mulyani: Negara Rugi Rp 12 Miliar)
Penerimaan Perpajakan/ Tahun Anggaran | APBN 2015 | 2016 | Realisasi | RAPBN 2017 | |
APBN | APBN-P | ||||
1. PPh Migas | 49,6 T | 41,4 T | 36,3 T | 35,9 T | 33,6 T |
2. Pajak Non Migas | 1.011,2 T | 1.318,7 T | 1.318,9 T | 1.059 T | 1.271,7 T |
PPh Non Migas | 715,8 T | 819,5 T | 630,9 T | 751,8 T | |
PPN | 571,7 T | 474,2 T | 410,5 T | 485,9 T | |
PBB | 19,4 T | 17,7 T | 19,4 T | 17,3 T | |
Pajak lainnya | 11,8 T | 7,4 T | 8,2 T | 8,7 T | |
3. Bea dan Cukai | 179,6 T | 186,5 T | 184 T | 178,7 T | 191,2 T |
Cukai | 148,4 T | 148,1 T | 143,5 T | 157,2 T | |
Bea Masuk | 37,2 T | 33,4 T | 32,2 T | 33,7 T | |
Bea Keluar | 2,9 T | 2,5 T | 3 T | 0,3 T | |
TOTAL | 1.240,4 T | 1.546,7 T | 1.539,2 T | 1.283,6 T | 1.495,9 T |
Penerimaan Pajak non Bea Cukai | 1.060,8 T | 1.360,2 T | 1.355,2 T | 1.104,9 T | 1.304,7 T |
Menanggapi permintaan tersebut, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi menjelaskan, pihaknya telah menaikkan penindakan rokok ilegal. Pada 2016, penindakan untuk kasus ini tercatat sebanyak 2.259 kali, naik dari 1.474 kali pada tahun sebelumnya.
Menurut Heru, penurunan konsumsi rokok akibat pembatasan ruang rokok oleh Kementerian Kesehatan turut mempengaruhi penerimaan cukai. Hal ini tampak dari turunnya produksi rokok tahun lalu. Produksi rokok sepanjang 2016 mencapai 342 miliar batang atau turun 6 miliar batang dibanding 2015 yang sebesar 348 miliar batang. “Penurunan produksi ini setara negatif 1,67 persen,” katanya.
(Baca juga: Perbesar Dana Kesehatan, Pemerintah Naikkan Tarif Cukai Rokok)
Sekadar informasi, pada 2016 lalu, penerimaan negara terbantu oleh program pengampunan pajak (tax amnesty). Program ini berhasil membukukan tambahan penerimaan berupa duit tebusan sebesar Rp 107 triliun. Perolehan tersebut mendongkrak penerimaan pajak nonminyak dan gas (migas) tumbuh 5,7 persen menjadi 1.059 triliun. Bila tak ada program tersebut, penerimaan bisa melorot 4,9 persen.
(Baca juga: Peserta Amnesti Tembus Setengah Juta, Duit Tebusan Tetap Meleset)
Penerimaan juga terbantu realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang mencapai Rp 262,4 triliun atau 107 persen di atas target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P). Pencapaian tersebut, menurut Sri Mulyani, ditopang oleh produksi siap jual (lifting) minyak sebesar 829 ribu barel per hari, yang melebihi target 820 ribu barel per hari. Begitu pula dengan lifting gas sebesar 1,184 juta barel per hari, dari target 1,15 juta barel per hari.
Selain itu, penerimaan ditopang oleh dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang meningkat. “Seiring Penyertaan Modal Negara (PMN) yang makin besar, dividen BUMN juga naik, dan PNBP dari kementerian dan lembaga (K/L),” kata Sri Mulyani. (Baca juga: Belanja di Bawah Target, Defisit Anggaran 2016 Cuma 2,46 Persen)
Ke depan, ia menilai, PNBP dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yakni pelayanan penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) semestinya bisa meningkat. Alasannya, seiring dengan pelayanan yang membaik dan kenaikan inflasi seharusnya tarif untuk penerbitan kedua surat tersebut juga meningkat.