Divestasi Perusahaan Tambang Lewat Bursa Jadi Opsi Terakhir
Pemerintah memang mengizinkan kewajiban divestasi saham perusahaan tambang dilakukan melalui bursa efek di Indonesia. Namun, hal itu bukan opsi pertama dalam proses divestasi, melainkan langkah terakhir yang ditempuh jika pemerintah dan swasta nasional tidak ada yang berminat.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan selama ini proses divestasi selalu terkendala karena tidak ada yang berminat. Makanya, opsi penjualan saham melalui bursa dibuka. “Dari dulu kan divestasi molor-molor karena harga tidak cocok. Akhirnya terpaksa harus go public supaya jadi (divestasi)," kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (26/1). (Baca: Aturan Terbit, Perusahaan Tambang Bisa Divestasi Saham Lewat Bursa)
Seperti diketahui, dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 9 tahun 2017, pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi, IUP Khusus Operasi Produksi, Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusaha Batubara (PKP2B) yang berstatus penanaman modal asing wajib mendivestasikan kepemilikan sahamnya setelah lima tahun berproduksi. Pelaksanaan divestasi dilakukan secara bertahap, sehingga peserta Indonesia memiliki minimal 51 persen saham perusahaan tersebut pada tahun kesepuluh.
Atas dasar itu, PT Freeport Indonesia yang masih berstatus Kontrak Karya dan sudah berproduksi melebihi 10 tahun wajib tunduk terhadap aturan tersebut dan mendivestasikan 41,64 persen sahamnya. "Ya langsung (divestasi 51 persen)," ujar dia. (Baca: Menteri Rini Siapkan Empat BUMN untuk Beli Saham Freeport)
Jika mengacu aturan tersebut, perusahaan tambang termasuk Freeport harus terlebih dulu menawarkan sahamnya kepada Pemerintah pusat melalui menteri, kemudian Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota setempat. Kemudian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan badan usaha swasta nasional. Setelah tidak ada yang tertarik baru melalui bursa.
Jonan mengatakan pengawasan divestasi saham melalui jalur bursa akan diawasi dengan aturan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) supaya saham tersebut tetap dimiliki Indonesia. Namun kalau melalui bursa juga tidak dapat terlaksana, pelaksanaan divestasi saham harus diakumulasikan sesuai dengan kewajibannya. (Baca: Batas Waktu Rekomendasi Izin Tambang dari Gubernur Diperpanjang)
Adapun harga saham divestasi berdasarkan harga pasar yang wajar. Artinya, tidak memperhitungkan cadangan mineral atau Batubara. Alasannya cadangan mineral merupakan kekayaan milik negara. "Belum pernah itu dikasihkan sebagai kekayaan korporasi," ujar Jonan.