Revisi UU Migas, DPR Sepakat Pertamina Kelola Cadangan Nasional
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersepakat memperkuat posisi PT Pertamina (Persero) dalam mengelola cadangan minyak dan gas bumi (migas) nasional di masa depan. Kesepakatan itu dicapai Komisi Energi (Komisi VII) DPR saat menggodok draf rancangan undang-undang (RUU) migas.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha mengaku, seluruh fraksi di komisi tersebut telah sepakat bahwa negara bisa memiliki suatu badan usaha milik negara (BUMN) yang tidak mengikuti UU BUMN. Dengan begitu, Pertamina sebagai BUMN juga memiliki tugas khusus untuk mengelola cadangan migas nasional.
(Baca: Limpahan Aset dari SKK Migas Bisa Perbesar Belanja Modal Pertamina)
Menurut dia, hal ini perlu dilakukan agar Pertamina dapat menjadi BUMN energi yang besar dan bisa mewakili negara. Meski begitu, Pertamina tidak boleh menggadaikan cadangan migas nasional itu untuk berutang. "Kedaulatan tetap negara, tidak Pertamina. Jadi menteri punya wewenang mentransfer cadangan itu kepada Pertamina," kata Satya di Jakarta, Selasa (31/1).
Ia menjelaskan, dengan adanya penugasan untuk mengelola cadangan migas nasional, maka prospek bisnis Pertamina akan meningkat. Alhasil, perusahaan BUMN energi ini lebih mudah mendapatkan pinjaman untuk mengembangkan bisnisnya. "Ini kita pikirkan betul dalam revisi UU Migas. Karena dengan certified reserve itu akan membuat Pertamina, misalnya mau mencari pinjaman menjadi lebih mudah,” ujar Satya.
Ia pun menilai, penugasan Pertamina mengelola cadangan migas dari segi konstitusi tidak bertentangan dengan UU. Hal ini mengacu pada Pasal 33 UUD 1945, yang menyatakan pemerintah tetap memegang kedaulatan terhadap kewenangan atas sumber daya migas sebagai pemegang kuasa pertambangan.
(Baca: Revisi Undang-Undang, DPR Belum Bulat Sikapi Status SKK Migas)
Anggota Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih, membenarkan adanya pembahasan RUU Migas mengenai penugasan Pertamina untuk mengelola cadangan migas nasional. Namun, dia menyatakan pembahasan tersebut belum final.
"Belum bisa dikatakan sudah resmi ada penugasan, bahwa ada diskusi soal itu iya antara anggota Komisi VII," kata Eni kepada Katadata, Rabu (1/2).
Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar juga menyatakan, salah satu poin penting dari pembahasan RUU Migas ini adalah penguatan perusahaan migas nasional. Tujuan penguatan tersebut untuk menyokong kedaulatan energi di Indonesia sesuai dengan keinginan Presiden Joko Widodo.
Saat ini aset migas tersebut masih dikelola oleh SKK Migas. Padahal, SKK Migas bukanlah lembaga bisnis, sehingga tidak bisa melalukan monetisasi aset tersebut.
Ke depan, Arcandra berharap, aset tersebut bisa dimonetisasi sebagai tambahan sumber pembiayaan. “Bagaimana caranya aset bisa leverage, kami manfaatkan agar national company bisa kuat,” ujar dia.
Sedangkan Kepala Humas SKK Migas Taslim Z. Yunus mengaku khawatir jika aset-aset migas berpindah dari SKK Migas dan digunakan sebagai jaminan dalam bentuk utang atau bon. "Itu bahaya karena fluktuasi harga minyak itu tidak tentu, kalau tiba-tiba harga minyak naik dan turun bagaimana," kata dia kepada Katadata, 1 November 2016.
(Baca: Pemerintah Harus Selesaikan Tiga Aspek dalam RUU Migas)
Selain penugasan Pertamina dalam mengelola cadangan migas nasional, ada beberapa poin penting yang masih dibahas dalam RUU Migas oleh Komisi VII. Pertama, terkait tata kelola sektor hulu migas, meliputi bentuk institusi pelaksana sektor hulu, struktur, tugas dan kewenangan serta pemegang kuasa pertambangan. Kedua , bentuk kontrak migas yang akan dipakai.
Ketiga, hak khusus bagi perusahaan minyak nasional yaitu Pertamina dan perusahaan domestik. Hak khusus tersebut meliputi wilayah kerja baru migas dan wilayah kerja migas yang akan segera habis, Participating Interest (PI) untuk Pertamina dan juga perusahaan domestik.
Keempat, hak khusus untuk pemerintah daerah dalam bentuk jatah hak kelola bagi daerah. Adapun bentuk kekhususan untuk daerah ini diharapkan dapat memberikan rasa kepemilikan sehingga mempermudah proses perizinan dan mengurangi tuntutan pemerintah daerah.
Kelima, pengaturan tentang ketentuan prosedur yang meliputi aspek kesehatan, keselamatan dan lingkungan di sektor migas. Keenam, pembentukan dana minyak atau Petroleum fund.
Ketujuh, pembahasan sektor hilir meliputi kebijakan harga migas, kewajiban memenuhi dalam negeri (DMO), dan pembentukan badan usaha penyangga.