Upaya Lobi Bos Besar Freeport yang Berujung Ancaman Arbitrase

Arnold Sirait
20 Februari 2017, 16:29
Richard C Adkerson freeport
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
President dan CEO Freeport-McMoRan Inc Richard C. Adkerson (kanan) berjabat tangan dengan Penasihat Senior PT Freeport Indonesia Chappy Hakim (kiri) usai konferensi pers di Jakarta, Senin (20/2).

Kisruh status kontrak PT Freeport Indonesia yang berujung kepada penghentian produksi, telah menyedot perhatian induk perusahaan tambang yang berkantor pusat di Amerika Serikat (AS) tersebut. Bahkan, President dan CEO Freeport-McMoRan Inc. Richard C. Adkerson mengunjungi Indonesia untuk mengupayakan penyelesaian persoalan itu.

“Saya telah berada di Jakarta selama beberapa hari untuk menangani berbagai permasalahan yang saat ini dihadapi perusahaan sehubungan dengan diterbitkannya peraturan-peraturan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait ekspor konsentrat,” katanya dalam siaran pers Freeport, Senin (20/2). 

Menurut dia, tim manajemen dan beberapa tokoh masyarakat Papua terus bekerja sama melindungi kepentingan Freeport dan semua pemangku kepentingan, termasuk nasib karyawan. Sebab, selama lebih dari lima tahun, Freeport telah secara konsisten beritikad baik menanggapi perubahan hukum dan peraturan Pemerintah Indonesia. Beberapa di antara perubahan itu berdampak negatif terhadap operasionalnya di tambang Grasberg, Papua.

(Baca: Mulai Proses Arbitrase, Bos Freeport: Pemerintah Langgar Kontrak)

Salah satu aturan yang disoroti adalah Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017. Meskipun UU Pertambangan Mineral dan Batubara 2009 menyatakan bahwa Kontrak Karya tetap sah berlaku selama jangka waktunya. Pemerintah meminta Freeport mengakhiri Kontrak Karya tahun 1991 agar memperoleh suatu izin operasi yang tidak pasti dan persetujuan ekspor jangka pendek.

Di sisi lain, Freeport  berupaya fleksibel dan berkomitmen mengubah Kontrak Karya ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dengan tetap memberikan hak-hak yang sama sebagaimana diatur dalam Kontrak Karya. Hal ini sejalan dengan surat jaminan dari Pemerintah kepada PTFI tanggal 7 Oktober 2015.

Freeport telah mendiskusikan dengan pemerintah untuk memperoleh jangka waktu enam bulan guna merundingkan perjanjian investasi ini. Ekspor akan diizinkan dan Kontrak Karya tetap berlaku sebelum ditandatanganinya perjanjian investasi tersebut. Namun, peraturan-peraturan pemerintah saat ini mewajibkan Kontrak Karya diakhiri untuk memperoleh izin ekspor. "Hal ini tidak dapat kami terima," kata Adkerson.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...