Klaim Pemerintah Soal Efisiensi Gross Split Migas Dipertanyakan

Anggita Rezki Amelia
27 April 2017, 12:59
Migas
ANTARA FOTO/Aguk Sudarmojo
Lapangan minyak Mudi di Desa Mudi Rahayu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, yang dikelola oleh Pertamina bersama Petrochina.

Klaim pemerintah mengenai efisiensi dari penyederhanaan administrasi dan birokasi skema kontrak bagi hasil gross split minyak dan gas bumi (migas) mengundang pertanyaan. Alasannya pengendalian manajemen dan kegiatan operasional masih mendasarkan pada model kontrak lama.

Catatan dari Reforminer Institute yang didirikan Pri Agung Rakhmanto mempersoalkan setidaknya tiga pasal dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 8 tahun 2017 yang mengatur mengenai manajemen hulu migas. Poin tersebut ada di Pasal 15, 16 dan 23. (Baca: Kontraktor Migas Keluhkan Balik Modal Skema Gross Split Lebih Lama)

Advertisement

Pasal 15 Permen ESDM 8/2017 menyebutkan peran SKK Migas di dalam pemberian persetujuan atau penolakan terhadap rencana kerja dan anggaran yang diajukan kontraktor. Kemudian Pasal 16 juga mengatur tentang persetujuan atau penolakan terhadap rencana pengembangan lapangan (POD) yang pertama kali maupun yang selanjutnya.

Sedangkan Pasal 23 mengatur tentang peran SKK Migas di dalam pengendalian dan pengawasan terhadap kegiatan operasional hulu migas. “Ketentuan-ketentuan tersebut menimbulkan pertanyaan tentang seberapa jauh pengendalian manajemen kegiatan di dalam sistem gross split yang diterapkan akan berbeda dengan Production Sharing Contract (PSC) sebelumnya,” kata Pri dikutip dari Reforminer Quarterly Energy Notes periode April 2017, Rabu (27/4).

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar pernah mengatakan kelebihan gross split adalah proses pengadaan yang lebih cepat. Contohnya proses desain awal (Pre-FEED) yang hanya membutuhkan proses enam bulan. Selama ini waktu penyelesaian administrasinya bisa mencapai 8 bulan hingga 1,5 tahun.

(Baca: Unggulkan Skema Gross Split, Jonan: Riset Woodmac Akan Direvisi)

Namun, laporan Reforminer  menilai esensi dari penerapan model gross split masih sebatas mengubah dasar dan besaran angka bagi hasil yang digunakan. Dalam Pasal 5, basis bagi hasil minyak bumi sebesar 57 persen untuk negara dan 43 persen milik kontraktor. Sedangkan gas bumi 52 persen bagian negara dan 48 persen kontraktor.

Bagi hasil ini masih ditambah dengan komponen variabel. Yang terdiri dari status Wilayah Kerja, lokasi lapangan, kedalaman reservoir, ketersediaan infrastruktur pendukung, jenis reservoir, kandungan CO2, kandungan H2S, berat jenis minyak bumi, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada masa pengembangan lapangan, dan tahapan produksi.

Grafik: Target dan Realisasi Penerimaan Pemerintah dari Sektor Migas 2006-2015
Target dan Realisasi Penerimaan Pemerintah dari Sektor Migas 2006-2015

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement