KATADATA - Bank Dunia mencatat, tingkat ketimpangan kesejahteraan hidup orang Indonesia semakin tinggi dalam 15 tahun terakhir. Laju tingkat ketimpangannya pun paling cepat di antara negara-negara di kawasan Asia Timur. Kondisi ini bisa menimbulkan dampak negatif berupa perlambatan pertumbuhan ekonomi dan potensi konflik sosial.

Menurut Country Director Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo A. Chaves, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 15 tahun terakhir relatif stabil. Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita tumbuh rata-rata 5,4 persen per tahun antara 2000 sampai 2014. Pencapaian ini membantu pengurangan angka kemiskinan dan menciptakan kelas menengah yang terus tumbuh.

Advertisement

Jika angka kemiskinan sebelum krisis ekonomi 1997/1998 mencapai 24 persen dari total penduduk, pada 2014 sudah turun menjadi 11 persen. Adapun jumlah kelas menengah bertambah menjadi 45 juta orang atau 18 persen dari total penduduk. Kelas menengah ini mengacu pada pengeluaran belanja bulanan minimal Rp 1 juta per orang.

Namun, kondisi tersebut cuma menguntungkan 10-20 persen orang kaya di Indonesia. Konsumsi per orang kelompok 10 persen orang kaya Indonesia meningkat 6 persen per tahun selama kurun 2003-2010. Sedangkan konsumsi kelompok 40 persen orang miskin cuma tumbuh kurang 2 persen per tahun. Alhasil, jumlah orang miskin sejak tahun 2002 hingga tahun lalu cuma berkurang 2 persen. Kelompok miskin ini yang belanja bulanannya di bawah Rp 300 ribu per orang.

“Kalangan mampu meningkat lebih cepat dari mayoritas masyarakat Indonesia,” kata Rodrigo saat memaparkan hasil kajian Bank Dunia bertajuk “Akhiri Ketimpangan untuk Indonesia” di Jakarta, Selasa lalu (8/12). Ketimpangan kesejahteraan yang semakin melebar tersebut terlihat dari terus naiknya Koefisien Gini masyarakat Indonesia. Ini adalah alat ukur tingkat ketimpangan pendapatan atau kekayaan masyarakat. Angka 0 Koefisien Gini menunjukkan kesejahteraan sepenuhnya dan angka 100 sangat timpang.

(Baca: Jumlah Penduduk Miskin Bertambah akibat Kenaikan Harga Pangan)

Setelah krisis ekonomi 1997-1998, jumlah orang miskin meningkat sehingga Koefisien Gini juga naik karena setiap orang terkena dampak krisis. Namun, orang kaya yang paling terpukul keras oleh krisis tersebut.

Perbandingan Rasio Gini
 
 

Meski krisis sudah berlalu, Koefisien Gini terus meningkat dari 30 poin pada 2000 menjadi 41 pada 2014, yang merupakan rekor tertinggi. Koefisien Gini Indonesia sekarang sama seperti Uganda dan Pantai Gading, serta lebih buruk dari India,” imbuh Rodrigo. Bahkan, tingkat ketimpangan Indonesia melaju paling cepat di antara negara-negara tetangganya di Asia Timur. Padahal, beberapa negara jiran, seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand mencatatkan penurunan angka Koefisien Gini.

Melebarnya ketimpangan kesejahteraan tecermin juga dari terpusatnya akumulasi kekayaan pada minoritas penduduk Indonesia. Mengacu data Credit Suisse, Bank Dunia mencatat kelompok 10 persen orang kaya menguasai sekitar 77 persen dari seluruh kekayaan aset dan keuangan di negara ini. Kalau dipersempit lagi, 1 persen orang terkaya di Indonesia menghimpun separuh total aset negara ini.

Rasio tersebut setara dengan Thailand, yang menempati posisi kedua dari 38 negara yang didata Credit Suisse. Peringkat pertama adalah Rusia, dimana 1 persen orang terkayanya menguasai 66,2 persen dari total aset negara tersebut.

(Baca: Atasi Kemiskinan, Pemerintah Naikkan Dana Desa Dua Kali Lipat)

Halaman:
Reporter: Yura Syahrul, Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement