Menilik Kisah Rasuna Said Memperjuangkan Hak Perempuan Indonesia

Annisa Fianni Sisma
14 September 2022, 17:45
Rasuna Said
Dok. Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta
Ilustrasi, Hajjah Rangkayo Rasuna Said

Dalam rangka memperingati hari kelahirannya yang ke 112, Rasuna Said menjadi sosok dalam Google Doodle. Google menampilan pejuang pergerakan kemerdekaan dan hak perempuan Indonesia ini, dengan menggunakan kerudung di depan sebuah microphone.

Tak banyak orang yang mengetahui sosok perempuan kelahiran 14 September 1910 ini. Bahkan mungkin masih ada orang yang mengira Rasuna Said adalah seorang laki-laki. Padahal, perempuan yang lahir di Desa Panyinggahan, Maninjau, Agam, Sumatera Barat ini merupakan salah satu tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, serta tokoh pejuang emansipasi perempuan.

Rasuna Said secara resmi mendapatan gelar pahlawan nasional pada 13 Desember 1974. Ia merupakan perempuan Indonesia kesembilan yang mendapatkan gelar tersebut.

Sekilas tentang Rasuna Said

Perempuan bernama lengkap Hajjah Rangkayo Rasuna Said ini lahir dari keluarga yang terpandang, di mana ayahnya adalah Haji Muhammad Said, seorang tokoh pergerakan di Sumatera Barat, yang juga seorang pengusaha sukses.

Sebagai putri dari keturunan bangsawan, Rasuna Said memiliki kesempatan yang cukup spesial pada saat itu, yakni dapat mengenyam pendidikan. Mulanya Rasuna Said memulai pendidikan dasar di sekolah Belanda.

Namun, Rasuna Said memilih pindah ke sekolah agama di desa yang tidak jauh dari rumahnya hingga 1921. Kemudian Rasuna Said melanjutkan pendidikan ke Pesantren Ar-Rasyidiyah. Rasuna menjadi satu-satunya santri perempuan di sekolah tersebut.

Dua tahun berselang, Rasuna masuk Sekolah Diniyah Putri di sebuah pondok pesantren modern khusus putri di Padang Panjang. Sekolah itu didirikan oleh Rahmah El Yunusiah. Saat itu Rasuna jauh lebih populer dibandingkan Rahmah.

Perjalanan politik dan perjuangan Rasuna Said dimulai pada 1926. Saat itu, Rasuna berkecimpung di organisasi Sarekat Rakyat (SR) sebagai sekretaris cabang Maninjau.

Lalu pada 1930, Rasuna Said juga bergabung dalam Soematra Thawalib dan turut mendirikan Persatuan Muslimin (Permi) di Bukittingi. Rasuna Said dikenal dengan kemampuan dalam berpidato dan berdebat, sehingga ia ditunjuk untuk memberikan kursus bagi anggota Permi.

Rosihan Anwar dalam buku "Sejarah Kecil Petite Historie Indonesia" menuliskan, bahwa Rasuna dijuluki sebagai 'Singa Minangkabau' karena kepiawaiannya berpidato. Isi pidatonya disebut tajam, sehingga membuat Belanda khawatir akan ketentraman umum di Sumatera Barat, tanah kelahiran Rasuna Said.

Pada 1935, Rasuna Said menjadi pemimpin redaksi di sebuah majalah, yakni Raya. Mulai saat itu, ia juga dikenal dengan tulisan-tulisannya yang tajam. Majalah Raya sempat dilarang beredar oleh Belanda, bahkan menjadi tonggak perlawanan di Sumatera Barat.

Selain berpolitik, Rasuna juga berkecimpung di dunia pendidikan, terutama pendirian sekolah. Dia disebut aktif mendirikan Sekolah Thawalib kelas rendah, Sekolah Thawalib Putri, kursus pemberantasan buta huruf, dan kursus putri di Bukittingi.

Pada 1937, Rasuna Said juga mendirikan lembaga pendidikan khusus perempuan bernama Perguruan Putri di Medan, Sumatera Utara. Keberaniannya dan pemikirannya yang progresif, membuat Rasuna Said pernah dijatuhi hukum "speek delict" oleh kolonial Belanda.

Speek Delict adalah hukum kolonial Belanda, yang menyatakan bahwa siapapun dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda. Nah, Rasuna Said merupakan perempuan pertama yang dikenai hukuman tersebut karena berbicara menentang Belanda.

Pada 1932 Rasuna Said alhirnya ditangkap Belanda bersama teman seperjuangannya, Rasimah Ismail. Ia sempat dipenjara di Semarang, Jawa Tengah. Setelah bebas, Rasuna sempat meneruskan pendidikannya di Islamic College.

Sekelumit Kisah Rasuna Said Memperjuangkan Hak Perempuan Indonesia

Ketika Rasuna Said bebas dari penjara tepatnya pada tahun 1934, ia memutuskan mengubah hidupnya. Jejak politiknya diduga berhenti sejak ia dipenjara. Namun, ia menyampaikan gagasan dan perjuangannya dalam bentuk lain yang lebih mampu diterima Pemerintah Hindia Belanda saat itu.

Terbebasnya Rasuna Said menjadi kabar bahagia bagi banyak orang. Sayangnya rencana perayaan pembebasan Rasuna Said dan rekannya, Rasimah, tidak jadi diadakan. Sebab, ada larangan pertemuan umum, yang diterapkan pemerintah Hindia Belanda, untuk menekan pemberontakan.

Pasca-kehidupannya di penjara, Rasuna Said memutuskan kembali ke Padang dan belajar selama 4 tahun di pesantren yang didirikan oleh Persatuan Permi. Di pesantren tersebut, ia memulai karir jurnalisnya dan menulis jurnal untuk perguruan tinggi serta mengajar di sekolah putri.

Halaman:
Editor: Agung
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...