Sejarah PPh Indonesia, dari Reformasi 1998 hingga Kemunculan UU HPP

Image title
6 April 2022, 16:00
Ilustrasi, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Ketentuan mengenai Pajak Penghasilan (PPh) terus mengalami perkembangan pasca-reformasi 1998, dengan aturan terbaru masuk dalam Undang-undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Arief Kamaludin | KATADATA
Ilustrasi, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Ketentuan mengenai Pajak Penghasilan (PPh) terus mengalami perkembangan pasca-reformasi 1998, dengan aturan terbaru masuk dalam Undang-undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Pajak Penghasilan atau PPh merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang terbesar. Pajak atas pendapatan/penghasilan ini dikenakan terhadap wajib orang pribadi dan badan. Penghasilan yang dikenakan tidak hanya yang berasal dari gaji, melainkan juga dari laba usaha, honorarium, hadiah, dan penghasilan lainnya.

Sistem PPh yang dianut saat ini tidak muncul begitu saja, melainkan mengalami perubahan dari masa ke masa. Sistem perpajakan modern mulai dikenalkan pada jaman penjajahan, di era pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

Advertisement

Sekilas Sejarah PPh

Sistem perpajakan atas penghasilan modern dimulai dari dikenalkannya Pajak Penghasilan 1920 oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Kemunculan pajak ini diikuti oleh Pajak Perseroan 1925, yang secara khusus mengatur perpajakan untuk badan usaha.

Perubahan atas pajak penghasilan di Hindia Belanda ini semakin berkembang, dengan keluarnya Pajak Pendapatan 1932 untuk wajib pajak orang pribadi. Sistem ini memperkenalkan asas sumber, jangka waktu untuk disebut wajib pajak dan batasan penghasilan tidak kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi. Sementara, tarif masih mengikuti ketentuan yang ada dalam Pajak Penghasilan 1920.

Pasca-kemerdekaan, ketentuan perpajakan atas penghasilan masih mengacu pada aturan pajak-pajak yang sebelumnya ditetapkan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Perubahan signifikan terlihat dari munculnya Pajak Pendapatan pada 1957, di antaranya pengenalan mekanisme membayar pajak sendiri (MPS). Mekanisme ini merupakan cikal bakal sistem self assesment yang berlaku hingga saat ini.

Ketentuan mengenai Pajak Pendapatan ini terus digunakan hingga 31 Desember 1983, yakni ketika pemerintah memutuskan melakukan reformasi perpajakan.

Reformasi perpajakan yang dijalankan pada 1983 menjadi tonggak awal sistem perpajakan yang digunakan hingga saat ini. Reformasi pajak 1983 menghasilkan UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan atau UU PPh. UU ini merupakan peraturan perundang-undangan pertama di Indonesia yang mengatur tentang Pajak Penghasilan setelah Indonesia merdeka.

Dalam perjalanannya, UU PPh tercatat mengalami dua perubahan di masa Orde Baru ini, yakni melalui UU Nomor 7 tahun 1991 dan UU Nomor 10 tahun 1994.

Pasca-reformasi 1998, peraturan perpajakan, khususnya PPh, terus mengalami perubahan mengikuti dinamika perkembangan zaman. Pada awal-awal masa reformasi, yakni pada masa pemerintahan transisi dari Presiden Soeharto ke Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, kebijakan terkait perpajakan belum banyak berubah. Perubahan kebijakan mulai dilakukan pada tahun 2000.

Ketentuan PPh Pasca-Reformasi 1998

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, perubahan kebijakan terkait PPh baru keluar pada 2000, atau dua tahun setelah era reformasi dimulai. Perubahan dilakukan demi memperkuat penerimaan pajak yang semakin berperan menjadi tulang punggung dalam pembiayaan keuangan negara.

Pasca-reformasi 1998, terdapat dua perubahan penting dalam kebijakan terkait PPh. Dua perubahan terwujud dari keluarnya UU Nomor 17 tahun 2000 dan UU Nomor 36 tahun 2008. Berikut penjelasan atas dua UU ini, yang dirangkum dari berbagai sumber.

1. UU Nomor 17 tahun 2000

UU ini berisi tentang perubahan atas atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 atau UU PPh. Arah dan tujuan penyempurnaan UU ini adalah:

  • Meningkatkan pajak yang lebih berkeadilan dalam pengenaan pajak
  • Memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak
  • Menunjang kebijaksanaan pemerintahan dalam rangka meningkatkan investasi langsung di Indonesia, baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas.

Dengan berlandaskan arah dan tujuan penyempurnaan tersebut, maka UU PPh yang sebelumnya telah diubah melalui UU Nomor 10 tahun 1994 akhirnya diubah kembali. Pokok-pokok penting yang tercantum dalam UU 17/2000 antara lain:

  1. Mengubah struktur tarif pajak untuk wajib pajak orang pribadi dan badan. Ini dilakukan demi memberikan beban pajak yang lebih proporsional bagi masing-masing golongan wajib pajak.
  2. Sistem self assessment tetap dipertahankan namun dengan penerapan yang terus menerus diperbaiki. Perbaikan terutama dilakukan pada sistem dan tata cara pembayaran dalam tahun berjalan, agar tidak mengganggu likuiditas Wajib Pajak yang menjalankan usaha. Dalam UU ini, wajib pajak pengusaha dengan peredaran tertentu diperkenankan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, dengan syarat wajib menyelenggarakan pencatatan.

UU 17/2000 juga mengatur kembali insentif-insentif PPh yang dapat diberikan. Ini dilakukan dalam rangka mendorong investasi langsung di Indonesia, baik berupa penananaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri.

Selain itu, pengaturan insentif juga sejalan dengan kesepakatan negara-negara ASEAN, tentang 'Statement of Bold Measures' yang juga berisikan komitmen terhadap ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang dideklarasikan di Hanoi pada 1999.

UU ini menitikberatkan penguatan pajak sebagai fungsi anggaran, di mana pajak semakin didorong menjadi tulang punggung pembiayaan negara. Banyak perubahan yang dilakukan. Tercatat ada enam belas pasal mengalami perubahan, penghapusan tiga pasal, dan penambahan tiga pasal baru.

Dalam UU ini, berbagai kemudahan diberikan kepada wajib pajak untuk memperlancar proses self assessment. Begitu juga kemudahan dalam tata cara pembayaran pajak agar tidak mengganggu likuiditas wajib pajak juga diatur.

Selain melakukan perluasan objek dan subjek pajak, tarif juga diubah lebih proporsional dan tidak memberatkan. Ini dilakukan untuk mendorong iklim investasi yang lebih kondusif, yang pada akhirnya akan mampu mendorong roda perekonomian.

2. UU Nomor 36 tahun 2008

Undang-undang ini merupakan Perubahan keempat atas UU PPh. Kemunculan UU ini dilandasi atas pertimbangan perlunya perubahan atas aturan perpajakan, sebagai imbas dari pesatnya perkembangan sosial ekonomi, yang merupakan hasil pembangunan nasional dan globalisasi.

Perubahan UU PPh yang dimaksud, tetap berpegang pada prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal, yaitu keadilan, kemudahan, dan efisiensi administrasi. Serta peningkatan dan optimalisasi penerimaan negara, dengan tetap mempertahankan sistem self assessment.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement