Memahami Pengaturan dan Besaran Tarif PPh Final Jasa Konstruksi

Image title
19 Juli 2022, 13:46
PPh, PPh final, konstruksi
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.
Ilustrasi, pengerjaan konstruksi proyek Lintas Rel Terpadu (LRT) Jabodebek.

Seperti diketahui, segala bentuk penghasilan yang didapatkan atas hasil usaha yang dilakukan di wilayah Republik Indonesia (RI), merupakan objek pajak penghasilan. Salah satu jenis jasa yang atas penghasilannya merupakan objek PPh adalah, jasa konstruksi.

Penghasilan yang didapatkan atas jasa konstruksi merupakan salah satu objek yang dikenakan PPh secara final. Skema PPh final atas usaha jasa konstruksi mempunyai tarif yang berbeda-beda, yang dibagi berdasarkan jenis jasa dan status kepemilikan sertifikatnya.

Ketentuan terkait PPh final atas usaha jasa konstruksi diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf d Undang-undang (UU) Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, seperti telah diubah terakhir dengan UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Sementara, aturan teknis terkait PPh atas jasa konstruksi termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi, seperti telah diubah terakhir dengan PP Nomor 9 tahun 2022.

Definisi Jasa Konstruksi

Berdasarkan Pasal 1 Ayat (2) PP 9/2022, jasa konstruksi merupakan layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi. Adapun usaha jasa konstruksi dapat dilakukan melalui layanan konsultansi konstruksi, pekerjaan konstruksi, dan pekerjaan konstruksi terintegrasi.

Patut diingat, layanan jasa konsultasi konstruksi yang dimaksud dalam PP 9/2022 ini, meliputi layanan keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan, pengawasan, dan manajemen penyelenggaraan konstruksi suatu bangunan.

Sementara itu, layanan jasa pekerjaan yang dimaksud, mencakup kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.

Selanjutnya, layanan jasa pekerjaan konstruksi terintegrasi meliputi gabungan pekerjaan konstruksi dan jasa konsultansi konstruksi. Ini termasuk di dalamnya erkait penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan.

Atas ketiga layanan jasa konstruksi ini, tarif PPh final yang dikenakan berbeda satu sama lain. Penentuan tarif didasarkan atas kriteria penyedia jasa, dan kepemilikan sertifikat badan usaha (SBU).

Tarif PPh Final Jasa Konstruksi

Seperti telah disebutkan, pengenaan tarif PPh final atas usaha jasa konstruksi dibedakan antara jenis layanan, kriteria penyedia jasa dan kepemilikan SBU.

1. Jasa Konsultasi Konstruksi

Untuk layanan jasa konsultasi konstruksi, pengenaan tarif PPh final dibedakan menjadi dua kriteria penyedia jasa, antara lain:

  • Tarif PPh final 3,5% untuk penyedia jasa yang memiliki SBU atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perorangan.
  • Tarif PPh final 6% untuk Penyedia jasa yang tidak memiliki SBU atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perorangan.

2. Pekerjaan Konstruksi

Untuk layanan pekerjaan konstruksi, besaran tarif PPh Final yang dikenakan dibagi menjadi tiga, antara lain:

  • Tarif PPh final 1,75% untuk penyedia jasa yang memiliki SBU kualifikasi kecil atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perorangan.
  • Tarif PPh final 4% untuk penyedia jasa yang tidak memiliki SBU kualifikasi kecil atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perorangan.
  • Tarif PPh final 2,65% untuk penyedia jasa selain yang telah disebutkan.

3. Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi

Untuk layanan pekerjaan konstruksi terintegrasi, tarif PPh final yang dikenakan dibagi menjadi dua, yakni penyedia jasa yang memiliki SBU dan tidak memiliki SBU.

Untuk penyedia jasa yang memiliki SBU dikenakan tarif PPh final sebesar 2,65%. Sementara, penyedia jasa yang tidak memiliki SBU dikenakan tarif lebih tinggi, yakni 4%.

PPh final atas usaha jasa konstruksi dihitung dengan mengalikan tarif dan dasar pengenaan pajak (DPP). Berdasarkan Pasal 5 Ayat (2) PP 9/2022, besaran DPP atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi adalah senilai jumlah pembayaran atau penerimaan pembayaran. Ini tidak termasuk pajak pertambahan nilai (PPN).

Adapun, jumlah pembayaran atau penerimaan pembayaran tersebut merupakan bagian dari nilai kontrak jasa konstruksi. Sebagai informasi, nilai kontrak jasa konstruksi dapat dipahami sebagai nilai yang tercantum atau seharusnya tercantum dalam kontrak jasa konstruksi secara keseluruhan.

Pemotongan PPh Final Jasa Konstruksi

Aturan mengenai pemotongan PPh final atas jasa konstruksi termaktub dalam Pasal 5 Ayat (1) dan Pasal 6 PP 51/2008. Dalam aturan tersebut, disebutkan ada empat kondisi yang diperhitungkan untuk menentukan pihak yang melakukan pemotongan atau penyetoran PPh.

Pertama, PPh dipotong oleh pengguna jasa yang merupakan pemotong pajak pada saat pembayaran. Kedua, jika pengguna jasa bukan merupakan pemotong pajak, PPh disetor sendiri oleh penyedia jasa.

Ketiga, timbul selisih kurang bayar akibat jumlah PPh berdasarkan pada nilai kontrak jasa konstruksi lebih tinggi daripada PPh yang telah dibayarkan. Dalam situasi tersebut, selisih PPh disetor sendiri oleh penyedia jasa.

Keempat, nilai kontrak jasa konstruksi tidak dibayar sepenuhnya oleh pengguna jasa. Pada kondisi tersebut, PPh atas nilai yang tidak dibayarkan tersebut tidak perlu disetorkan ataupun dipotong sepanjang penyedia jasa mencatatkannya sebagai piutang yang tidak dapat ditagih.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...