PDIP Ungkap Alasan Sulit Berkoalisi dengan PKS
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menutup peluang koalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Sikap ini disebut Politikus PDIP Masinton Pasaribu merupakan cerminan dari gerakan akar rumput.
Ia menjelaskan, salah satu penyebab sulitnya PDIP berkoalisi dengan PKS karena perbedaan posisi dalam koalisi pemerintahan saat ini. PDIP menjadi partai pengusung Presiden Joko Widodo dalam Pemilu 2019, sedsangkan PKS berada di luar koalisi pemerintahan.
“Ya, itu salah satunya,” kata Masinton pada Senin (4/7).
Selain itu, menurut dia, terdapat beberapa ketidakcocokan antara PDIP dan PKS yang menyebabkan sulitnya kedua partai berkoalisi. Beberapa di antaranya terkait pendekatan, strategi, hingga langgam gerak di tingkat bawah.
Masinton mengungkapkan bahwa kedua partai sebelumnya pernah melakukan kerja sama dalam momen Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Namun, kedua partai tak menemukan chemistry.
“Contoh kalau Pilkada elitnya koalisi, di bawahnya sulit koalisi. Gerak masing-masing jadinya,” ujarnya.
Masinton juga menyampaikan bahwa PDIP sebenarnya sulit berkoalisi dengan Partai Demokrat yang kini juga berada di luar koalisi pemerintahan. Namun, menurut dia, koalisi dengan PKS cenderung lebih sulit untuk dilakukan ketimbang dengan Demokrat.
“Kalau sulit, masing-masing punya kesulitan. Kalau PKS secara ideologis juga sulit,” katanya.
Meski sulit berkoalisi dengan PKS, tak berarti bahwa PDIP menutup peluang untuk berkoalisi dengan partai agamis. Salah satu partai berideologi agamis yang mulai dilirik yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang memiliki basis pendukung dari Nahdlatul Ulama (NU).
“Kalau sama PKB, NU, itu bukan barang baru buat PDIP. Dari dulu juga memang itu teman seiring sejalan,” katanya.
Adapun penjajakan koalisi PDIP kini berada di tangan Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto, Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Prananda Prabowo, dan Ketua DPP Puan Maharani. Selama penjajakan, Masinton menyampaikan bahwa PDIP terus melakukan komunikasi politik. Banyak pertemuan yang digelar tetapi bersifatn tertutup.
“Tentu komunikasi itu berjalan antarparpol. Cuma komunikasi itu ada yang sifatnya tidak semua harus dipublish,” ujar Masinton.
Wacana PDIP yang menutup diri terhadap PKS dilontarkan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto saat membahas perihal peluang koalisi. “Ya kalau dengan PKS tidak,” katanya di sela-sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDIP pada Kamis (23/6).
PKS pun tak mempermasalahkan langkah PDIP yang menutup diri untuk berkoalisi dengan partainya. Juru Bicara PKS, Muhammad Kholid mengungkapkan bahwa PKS menghormati sikap dan keputusan partai-partai lain, termasuk PDIP.
“PKS menghormati sikap dan keputusan partai politik termasuk PDIP yang menegaskan sikapnya tidak akan berkoalisi dengan PKS,” ujar Kholid pada Jumat (24/6).
Menurutnya, setiap partai memiliki hak prerogatif dalam menentukan kedaulatan partai, termasuk urusan koalisi. Akan tetapi, dirinya mengingatkan agar PDIP bersikap bijaksana dalam menggunakan kekuasaan.
PDIP merupakan partai utama pengusung Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo dan memiliki suara terbanyak di dalam komposisi parlemen, yaitu 22,26%. “Orang-orang Jawa selalu mengatakan adigang adigung adiguna. Ketika memiliki kekuasaan, gunakanlah kekuasaan itu dengan bijaksana,” ujarnya.