Sri Mulyani Soroti Efek Pemulihan Ekonomi pada Lonjakan Emisi Karbon
Pemulihan ekonomi dunia dari pandemi Covid-19 mulai terlihat pada tahun lalu. Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan perbaikan dari sisi ekonomi ini memiliki konsekuensi terhadap penanganan perubahan iklim.
"Kita semua tentu berupaya memulihkan perekonomian sesudah mengalami pukulan sangat tajam akibat pandemi Covid-19 pada tahun lalu. Namun pemulihan ini juga berkonsekuensi pada kenaikan jumlah emisi karbon yang bahkan sudah melebihi periode 2019," kata Sri Mulyani dalam sebuah webinar, Selasa (22/2).
Sri Mulyani mengutip laporan United Nations Environment Programme (UNEP) yang dirilis pada September tahun lalu. Emisi karbon yang dihasilkan tiga sektor yakin pembangkit listrik, industri, dan residensial sepanjang Januari-Mei 2021 sudah melampaui level sebelum pandemi, yakni Januari-Mei 2019. Meski demikian, emisi untuk sektor transportasi pada periode tersebut masih 6 % lebih rendah.
Dalam laporan Global Carbon Project, total emisi CO2 global untuk keseluruhan 2021 diperkirakan mencapai 36,4 miliar ton. Sekalipun masih lebih rendah dari level sebelum pandemi atau 2019 yang mencapai 36,7 miliar ton, ada kenaikan 4,9 % dibandingkan level 2020. Pada tahun pertama pandemi, emisi CO2 anjlok 5,4% menjadi 34,8 miliar ton.
Sri Mulyani mengatakan, penurunan emisi yang terjadi pada 2020 memberi kabar positif terkait target dunia untuk mengatasi masalah perubahan iklim. Namun di sisi lain, kondisi ini juga bukan hal yang diinginkan karena berimplikasi pada ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Bendahara negara itu ingin masyarakat dunia tetap bisa menjalan ekonomi tetapi mencapai komitmen terhadap penanganan perubahan iklim. Apalagi, menurut dia, negara-negara berkembang seperti Indonesia masih perlu mendorong pembangunan lebih lanjut.
"Ini menjadi suatu tantangan bagaimana dalam kondis pascapandemi kita mampu mendesain pemulihan ekonomi yang lebih hijau, dimana emisi karbonnya lebih rendah," kata Sri Mulyani.
Dengan kondisi tersebut, dia mengatakan dunia saat ini tengah membicarakan berbagai strategi untuk mewujudkan tujuan tersebut, yakni melanjutkan pembangunan namun dengan output emisi CO2 yang lebih rendah. Komitmen bersama yang disepakati saat ini dan tertuang dalam Perjanjian Paris 2015 yakni mendorong agar suhu bumi tidak naik melebihi 1,5 derajat celcius.
Indonesia sendiri dalam komitmen dalam National dddd comm (NDC) berambisi mengurangi emisi karbon sampai 29% dengan usaha sendiri pada tahun 2030. Indonesia juga memiliki target lebih ambisius yaitu pengurangan 41% emisi karbon dengan dukungan dari internasional.
Bukan hanya Indonesia, Sri Mulyani mengatakan, beberapa negara dalam pertemuan COP26 Glasgow akhir tahun lalu juga menyampaikan komitmennya untuk mencapai netral karbon pada tahun 2060.