Pandemi Masih Ancam Penurunan Pengangguran dan Kemiskinan Tahun Depan

Agatha Olivia Victoria
30 September 2020, 16:47
pengangguran, kemiskinan, pandemi Covid-19, kemiskinan
ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/foc.
Ilustrasi. Pemerintah memproyeksi pengangguran terbuka dapat mencapai 9,02% pada tahun ini berdasarkan skenario terberat dampak pandemi Covid-19.

Pemerintah menargetkan tingkat pengangguran terbuka dalam rentang 7,7%-9,1% dan tingkat kemiskinan 9,2%-9,7% pada APBN 2021. Angka tersebut turun dibandingkan proyeksi pemerintah tahun ini dengan menggunakan skenario terberat dampak pandemi Covid-19 yakni pengangguran mencapai 9,02% dan kemiskinan 10,98%. 

Ekonom Center Of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet memperkirakan pengangguran akan turun pada tahun depan tetapi disumbang oleh meningkatnya tenaga kerja di sektor informal. Banyak pekerja yang terkena PHK tahun ini akan beralih  ke sektor informal, seperti ojek online, berdagang di kaki lima, dan sebagainya.

Ia memperkirakan rata-rata pendapatan mereka akan menurun.Hal ini kemudian menjadi tantangan dalam mencapai target tingkat kemiskinan di tahun depan.

"Karena umumnya pekerja di sektor informal rentang terjerembab ke dalam garis kemiskinan," ujar Yusuf kepada Katadata.co.id, Rabu (30/9).

Untuk mencapai target pengangguran dan kemiskinan tahun depan, pemerintah harus mampu mencapai target pertumbuhan ekonomi. Ketika target asumsi makro tersbeut meleset, maka target pembangunan ekonomi seperti target kemiskinan dan pengangguran akan terpengaruh. 

Dalam APBN 2021, pertumbuhan ekonomi dipatok sebesar 5%, laju inflasi ditetapkan 3%, dan nilai tukar rupiah Rp 14.600 per dolar AS.

Tingkat suku bunga SBN 10 tahun ditargetkan pada level 7,29%. Lalu harga minyak mentah Indonesia US$ 45 per barel dengan lifting minyak bumi US$ 705 ribu barel per hari dan lifting gas bumi 1,007 juta barel setara minyak per hari.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi Sukamdani sebelumnya memperkirakan jumlah pekerja sektor formal akan terpangkas hingga 30% pada tahun ini akibat pandemi Covid-19. Proyeksi tersebut mencakup pekerja yang tak lagi diperpanjang kontraknya, terkena PHK, dirumahkan, serta pensiun dini. 

Namun, kondisi tersebut diperkirakan akan membaik pada tahun depan jika Covid-19 dapat dikendalikan dan ekonomi berangsur pulih. "Proyeksi pengangguran itu jika melihat kondisi ini. Tapi jika Covid-19 dapat dikendalikan maka pemulihan ekonomi akan cepat," ujar Hariyadi. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan dampak pandemi Covid-19 akan berimbas pada kenaikan kemiskinan dan pengangguran. Dengan demikian, efektivitas program perlindungan sosial dan pembangunan nasional akan dipertajam pada tahun depan.

Tujuannya, agar tingkat kemiskinan bisa dikendalikan dalam target tersebut. "Pemerintah akan mempertahankan berbagai program perlindungan sosial pada tahun 2021," kata Sri Mulyani dalam sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu (30/9).

Program yang dimaksud yakni kartu sembako, program keluarga harapan, bansos tunai, dan kartu pra kerja. Penyempurnaan data terpadu kesejahteraan sosial juga akan turut dilakukan untuk memperbaiki ketepatan manfaat pada masyarakat. Untuk diketahui, anggaran perlindungan sosial tahun 2021 dialokasikan Rp 421,7 triliun.

Sri Mulyani mengatakan bahwa program perlindungan sosial sangat krusial dan wajib dilakukan secara meluas di tengah pandemi Covid-19. Khusunya, diberikan kepada kelompok masyarakat miskin dan rentan.

Selain tingkat pengangguran dan kemiskinanan, tingkat ketimpangan alias rasio gini dipatok pada kisaran 0,377-0,379. Kemudian, indeks pembangunan manusia diharapkan mencapai 72,78-72,95. Melalui kebijakan fiskal 2021, diharapkan pula dapat mencapai indikator pembangunan tahun depan dengan target nilai tukar petani dan nilai tukar nelayan mencapai kisaran 102-104.

Bank Dunia sebelumnya memproyeksikan akan terdapat tambahan 38 juta orang miskin di kawasan Asia Timur dan Pasifik pada tahun 2020 akibat pandemi Covid-19. Proyeksi tambahan kemiskinan ini muncul meski Bank Dunia memproyeksi ekonomi di kawasan ini masih tumbuh 0,3% hingga 09%. 

Berdasarkan laporan Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik edisi Oktober 2020, 33 juta jiwa seharusnya telah keluar dari garis kemiskinan dan 5 juta jiwa lainnya kembali jatuh ke di bawah garis kemiskinan. Bank Dunia menyebut kawasan Asia Timur dan Pasifik mengalami tiga guncangan, yakni pandemi Covid-19, dampak dari langkah-langkah pembatasan sosial, serta gema dari resesi global akibat krisis.

Sementara untuk Indonesia, Bank Dunia memproyeksi tambahan delapan juta orang miskin pada tahun ini. Perkiraan tersebut jika tak ada dukungan pemerintah untuk rumah tangga. "Ini akan menggagalkan usaha pemerintah dalam mengurangi tingkat kemiskinan dalam tujuh tahun terakhir," kata Bank Dunia dalam laporannya, Selasa (29/9).

Namun, Bank Dunia menilai jika bantuan ekonomi pemerintah disampaikan dengan tepat sasaran dan masyarakat bisa bekerja kembali pada kuartal III tahun 2020, angka kemiskinan dapat menurun dari 9,4% pada 2019 menjadi antara 8,2% hingga 9% pada tahun ini.

Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...