Rapor Belanja Negara 2020: Tak Capai Target dan Catatan Merah Bansos
Belanja negara menjadi tumpuan pemerintah untuk mendorong ekonomi keluar dari jurang resesi di pengujung tahun. Namun, penyerapannya yang diperkirakan kembali meleset dari target tak akan maksimal memberikan dorong bagi perekonomian.
Kementerian Keuangan memproyeksi serapan belanja negara hingga akhir 2020 hanya akan mencapai Rp 2.639,8 triliun atau 96,4% dari pagu Rp 2.739,2 triliun. Namun berdasarkan data APBN Kita edisi Desember, realisasinya baru mencapai Rp 2.306,71 triliun atau 84,2% dari target hingga 30 November.
Realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp 1.558,7 triliun atau 78,9% dari target, sedangkan transfer ke daerah dan dana desa telah mencapai 97,92% dari target atau Rp 748 triliun.
Pada belanja pemerintah pusat, belanja barang dan sosial menjadi dua pos anggaran dengan reallisasi terbesar, bahkan telah melewati pagu APBN perubahan. Belanja barang mencapai 121% dari pagu atau mencapai Rp 326,8 triliun dan belanja sosial mencapai 112,1% atau Rp 191,4 triliun.
Di sisi lain, beberapa pos belanja menunjukkan penyerapan anggaran yang masih rendah. Serapan belanja modal mencapai 80,4% dari target atau Rp 110,4 triliun, sedangkann belanja pegawai mencapai 86,4% dari target atau Rp 221,8 triliun.
Sementara itu, belanja subsidi baru mencapai 78,1% dari target atau Rp 150 triliun. Adapun belanja lain-lain baru terealisasi 25,9% dari target atau Rp 116,5 triliun.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, belanja modal yang masih rendah dan terkontraksi dibandingkan tahun lalu disebabkan oleh keterbatasan dalam melakukan aktivitas akibat pandemi. Sedangkan belanja sosial didorong lebih besar untuk menjadi jaring pengaman bagi kelompok masyarakat menengah bawah.
"Ada beberapa belanja yang digeser dari pos belanja modal. Namun, untuk program padat karya tetap dipertahankan karena ini untuk mendorong penyerapan tenaga kerja," kata Suahasil pada pekan lalu.
Belanja sosial tersebar di beberapa kementerian. Hal ini membuat beberapa belanja kementerian telah melampaui pagu. Belanja Kementerian Ketenagakerjaan bahkan mencapai 703,3% atau Rp 31,5 triliun. Kementerian Sosial mencapai 124,1% dari pagu atau Rp 129,6 triliun dan Kementerian Kesehatan sebesar 106,6% dari pagu atau Rp 83,7 triliun.
Belanja sosial juga dialokasikan pada pagu anggaran Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Namun, realisasi anggaran Kemendikbud baru mencapai 88,3% dari pagu atau Rp 62,4 triliun, sedangkan Kementerian Agama mencapai 90,7% pagu atau Rp 784 triliun.
Meski realisasi belanja sosial paling tinggi, pos anggaran ini memiliki catatan merah karena kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. Juliari ditangkap tangan oleh KPK dan saat ini telah dicopot dari posisinya. Ia kemudian digantikan oleh Tri Rismaharini yang sebelumya menjabat sebagai Walikota Surabaya.
Di sisi lain, Kementerian Pertahanan yang mengantongi pagu anggaran terbesar baru merealisasikan belanja sebesar 87,5% dari pagu atau Rp 103,2 triliun. Sementara realisasi belanja Polri dan Kementerian PUPR masing-masing mencapai 90,7% dari pagu. Beberapa Realisasi ini kami akan kawal terus hingga hari terakhir anggaran 2020," katanya.
Realisasi belanja yang rendah justru dicatatkan oleh program Pemulihan Ekonomi Nasional yang menjadi tumpuan untuk keluar dari resesi. Hingga 14 Desember, realisasi anggaran PEN baru mencapai Rp 483,62 triliun atau 69,6% dari target. Masih ada Rp 211 triliun anggaran yang tersisa di dua pekan terakhir tahun ini.
Suahasil menjelaskan, anggaran PEN yang tak terserap pada tahun ini akan dipergunakan pada tahun depan. Pemerintah antara lain telah mengalokasikan anggaran PEN sebesar Rp 39 triliun untuk pengadaan vaksin Covid-19. "Beberapa belanja akan terus kami dorong hingga akhir tahun," katanya.
Rapor yang lebih buruk dicatatkan oleh realisasi belanja daerah. Meski pemerintah pusat telah mentransfer anggaran mencapai 97% dari pagu, belanja daerah baru terealisasi 76,21% dari target atau Rp 978 triliun. Realisasi belanja untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional yang digelontorkan daerah bahkan baru mencapai 55,6% dari target.
"Kami masih berharap pemda dapat merealisasikan anggaran lebih besar di hari-hari terakhir 2020. Ini akan menjadi basis pertumbuhan yang baik pada 2021," kata Suahasil.
Belanja Menumpuk di Akhir Tahun
Ekonom Senior Center of Reform on Economics Yusuf Rendy Manile menilai sulit untuk mengharapkan belanja K/L dapat terealisasi penuh. Apalagi, dari 15 k/l dengan anggaran terbesar terdapat sejumlah kementerian dengan realisasi belanja di bawah 60% "Bahkan Kementerian Perhubungan hingga November 2020, realisasinya baru berada di kisaran 30%," kata Yusuf kepada Katadata.co.id, Selasa (29/12).
Ekonom Centre for Strategic and International Studies Indonesia Fajar Hirawan menilai tidak terserapnya anggaran beberapa kementerian/lembaga karena tidak terdapat anggaran yang diperuntukkan untuk penanganan Covid-19. Pos anggaran tersebut tak menjadi bagian dari strategi pemerintah.
Ia pun menilai, perlu ada manajemen risiko anggaran ke depannya agar ada skema yang jelas dan terukur jika kejadian serupa terjadi di masa yang akan datang. "Realokasi anggaran tampaknya tidak disiapkan sedemikian rupa sehingga penyerapan anggaran kurang optimal," ujar Fajar.
Fajar juga memberikan catatan terkait realisasi anggaran besar-besaran yang terjadi di akhir tahun. Ini membuat dampak anggaran terhadap perekonomian menjadi tak optimal. Hal tersebut, menurut dia, perlu menjadi catatan dalam penyusunan anggaran ke depannya. Sehingga, manajemen risiko anggaran bisa terus ditingkatkan setiap tahunnya.
Kepala Ekonom BCA David Sumual memperkirakan belanja negara tak terserap maksimal hingga akhir tahun jika berkaca pada realisasi hingga saat ini. "Terutama untuk anggaran program PEN yang realisasinya masih rendah," kata David kepada Katadata.co.id, pekan lalu.
David memperkirakan realisasi anggaran PEN hingga akhir tahun hanya akan mencapai 80% dari target. Sementara secara keseluruhan, realisasi belanja negara diproyeksi hanya mencapai 90% dari target.
"Ini sebenarnya tidak bagus karena mengulang siklus tahun-tahun sebelumnya. Padahal, belanja pemerintah sangat dibutuhkan untuk mendorong ekonomi dalam kondisi saat ini," katanya.
Dengan kondisi tersebut, menurut dia, perekonomian pada kuartal keempat tetap akan terkontraksi meski lebih baik dibandingkan kuartal ketiga. Konsumsi pemerintah tetap akan menjadi penopang dengan kontribusi lebih besar dibandingka kuartal ketiga meski tak sesuai harapan. "Tahun depan diharapkan belanja lebih baik dengan elektronifikasi sehingga pemulihan ekonomi dapat lebih cepat," katanya.