Penjualan Surat Utang RI Tak Capai Target karena Kalah Pamor dengan AS
Pemerintah meraih pinjaman melalui lelang Surat Utang Negara sebesar Rp 18,9 triliun pada Selasa (16/3). Jumlahnya berada di bawah target indikatif pemerintah sebesar Rp 30 triliun. Penawaran yang masuk dalam lelang hari ini juga lebih rendah dari lelang sebelumnya terpengaruh oleh gejolak imbal hasil alias yield obligasi Amerika Serikat (AS).
Direktur Surat Utang Direktorat Jenderal Pembiayaan Pengelolaan dan Risiko Kementerian Keuangan Deni Ridwan mengatakan investor masih wait and see dengan kebijakan yang akan diambil Bank Sentral AS, The Federal Reserve. "Tentunya ini terkait dengan volatilitas yield US treasury Note," ujar Deni dalam keterangan resminya, Selasa (16/3).
Penawaran yang masuk pada lelang hari ini tercatat sebesar Rp 40,1 triliun, lebih rendah dari Rp 49,7 triliun pada [enawaran lelang SUN dua minggu sebelumnya. Namun, angka tersebut lebih tinggi dari target indikatif Rp 30 triliun.
Meski demikian, pemerintah hanya memenangkan lelang Rp 18,9 triliun dengan bid to cover ratio 2,12 kali. Ini merupakan komitmen pemerintah untuk menjaga tingkat yield SUN yang wajar di pasar sekunder.
Menurut Deni, seri SUN yang paling diminati dalam lelang hari ini adalah FR0087 (tenor 10 tahun) dengan jumlah penawaran yang masuk sebesar Rp 12,9 triliun. Proporsi investor asing sebesar 22,5%. Pemerintah memenangkan Rp 7,25 triliun, terbesar dari seluruh seri yang dilelang hari ini.
Ia menilai, minat investor asing masih cukup besar walaupun kondisi pasar sedang dihantui lonjakan yield obligasi AS. "Ini terlihat dari keseluruhan penawaran yang masuk, proporsi investor asing sebesar 18,2% atau meningkat dari lelang sebelumnya yang hanya sebesar 11,1% dari total penawaran," kata dia.
Lantaran dana yang diraup dari lelang belum memenuhi target, maka pemerintah akan melaksanakan lelang SUN tambahan (Green Shoe Option/GSO) pada 17 Maret 2021 dengan target maksimal Rp 11,1 triliun. Lelang GSO memberikan kesempatan bagi investor untuk mendapatkan seri Obligasi Negara dan imbal hasil (Weighted Average Yield) yang sama dengan hasil lelang hari ini.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance Sugiyono Madelan Ibrahim mengatakan, yield obligasi AS masih terus naik hingga kini dan belum diketahui kapan akan turun. "Mungkin menunggu pemulihan perekonomian AS," ujar Sugiyono kepada Katadata.co.id, Selasa (16/3).
Menurut dia, saat ini sedang terdapat siklus naik pada imbal hasil surat utang Negeri Paman Sam. Hal tersebut kemungkinan ada hubungannya dengan prospek ekonomi setelah perubahan arah pemerintahan di AS.
Perusahaan keuangan global Goldman Sachs memperkirakan paket stimulus tambahan Presiden Joe Biden US$ 1,9 triliun akan mendorong ekonomi pulih tajam dari pandemi. Paket kebijakan tersebut bahkan diprediksi mengungkit ekonomi AS hingga tahun depan.
Goldman Sachs memproyeksikan ekonomi AS tumbuh 7%, seperti pertumbuhan Tiongkok pada 2021. Ini akan menjadi laju tercepat perekonomian AS sejak 1984. "Rasanya seperti berada di titik puncak untuk meninggalkan musim digin Covid yang gelap dan panjang," kata ekonom Goldman Sachs dalam risetnya, seperti dikutip dari CNN.
Sebagaimana diketahui, perekonomian Negeri Adidaya terkontraksi 3,5% sepanjang tahun 2020, sebagai dampak dari Covid-19. Pertumbuhan negatif itu menjadi yang pertama kali dialami AS sejak 2009 dan bahkan yang terdalam sejak tahun 1946.