BI Sebut Uang Palsu di Makassar Berkulitas Rendah, Dicetak Pakai Teknik Sablon

Ferrika Lukmana Sari
31 Desember 2024, 13:08
uang palsu
Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Gedung Bank Indonesia (BI), Jalan M. H Thamrin, Jakarta Pusat.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Bank Indonesia (BI) memastikan bahwa uang palsu yang beredar di Gowa, Makassar, Sulawesi Selatan, memiliki kualitas sangat rendah dan mudah dikenali dengan metode 3D (dilihat, diraba, dan diterawang).

Berdasarkan penelitian BI, uang palsu ini dicetak menggunakan teknik inkjet printer dan sablon biasa, bukan teknik cetak offset seperti yang berita yang beredar. 

Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI, Marlison Hakim, menyatakan bahwa mesin cetak yang ditemukan Polri adalah mesin percetakan umum, bukan mesin pencetakan uang.

Marlison juga menjelaskan bahwa uang palsu tersebut tidak memiliki unsur pengaman seperti benang pengaman, watermark, electrotype, atau gambar UV, dan hanya menggunakan kertas biasa.

"Uang palsu yang ditemukan menunjukkan pendaran di bawah lampu UV yang berbeda dari uang asli dalam hal lokasi, warna, dan bentuk," kata Marlison di Jakarta, Selasa (31/12). 

Ia mengimbau masyarakat untuk tetap berhati-hati saat bertransaksi tunai dan mengenali ciri-ciri uang asli dengan metode 3D. Informasi lebih lanjut dapat ditemukan di situs web BI (www.bi.go.id).

BI Tak Pernah Menerbitkan Sertifikat Deposito

Selain itu, terkait temuan Polres Gowa mengenai sertifikat Surat Berharga Negara (SBN) dan Deposito BI palsu, BI menegaskan tidak pernah menerbitkan dokumen sertifikat deposito. Kepemilikan SBN bersifat tanpa warkat (scripless), sehingga tidak ada dokumen sertifikat yang dipegang investor karena semuanya dicatat secara elektronik.

Berdasarkan data BI, tren uang palsu terus menurun seiring dengan meningkatnya kualitas uang rupiah dan edukasi masyarakat tentang keaslian uang. Sepanjang 2024, rasio uang palsu tercatat sebesar 4 lembar per 1 juta uang yang beredar (4 ppm), turun dari 5 ppm pada 2022 dan 2023, 7 ppm pada 2021, dan 9 ppm pada 2020.

BI menegaskan bahwa uang palsu tidak memiliki nilai dan tidak dapat digunakan sebagai alat transaksi. Sesuai dengan Pasal 36 UU Mata Uang, pelaku pemalsuan rupiah dapat dikenai pidana penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar. Pengedar atau pembelanja uang palsu juga dapat dipidana hingga 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 50 miliar.

Pihaknya akan terus memperkuat kualitas desain uang rupiah agar lebih mudah dikenali dan sulit dipalsukan. "Kami juga terus melakukan edukasi kepada seluruh lapisan masyarakat melalui kampanye Cinta, Bangga, Paham Rupiah," ujarnya. 

Reporter: Antara, Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...