Indonesia Masih Resesi, Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I Minus 0,74%
Badan Pusat Statistik mencatat ekonomi kuartal I belum berhasil keluar dari resesi, tercatat minus 0,74% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Konsumsi rumah tangga yang menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi domestik masih lemah.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, produk domestik bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga berlaku (ADHB) pada kuartal I 2021 mencapai Rp 3.969,1 triliun, sedangkan atas dasar konstan (ADHK) RP 2.693,1 triliun.
"Sehingga jika dibandingkan dengan kuartal I 2020 maka pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2021 masih terkontraksi 0,74%, sedangkan dibandingkan kuartal IV 2021 minus 0,96%," ujar Suhariyanto dalam Konferensi Pers, Rabu (5/5).
Meski masih terkontraksi, menurut Suhariyanto, kontraksi semakin mengecil sejak jatuh dalam pada kuartal kedua 2021. Ia berharap ekonomi pada kuartal kedua akan semakin membaik.
Suhariyanto menjelaskan, struktur pertumbuhan ekonomi berdasarkan pengeluaran tak berubah. Mayoritas atau 88,91% disumbang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi.
Konsumsi rumah tangga masih minus 2,23% dan investasi atau pembentukan modal tetap bruto minus 0,23%. Demikian pula dengan konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga atau LNPRT minus 4,53%.
Sementara itu, konsumsi pemerintah tumbuh positif 2,96%, begitu juga dengan ekspor dan impor yang masing-masing tumbuh 6,74% dan 5,27%.
"Konsumsi rumah tangga masih menjadi tantangan yang harus kita hadapi. Investasi walaupun masih terkontraksi tetapi sudah mendekati nol," katanya.
Suhariyanto menjelaskan struktur PDB berdasarkan lapangan usahanya pada tiga bulan pertama tahun ini tak berubah. Mayoritas atau 64,56% perekonomian Indonesia masih disumbang oleh lima sektor usaha, yakni
industri, pertanian, perdagangan, konstruksi dan pertambangan. "Apa yang terjadi di lima sektor ini mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, apalagi jika kita melihat tenaga kerja yang bekerja di kelima sektor ini," katanya.
Dari kelima sektor utama tersebut, menurut Suhariyanto, hanya sektor pertanian yang berhasil tumbuh 2,95% secara tahunan. Sementara itu,sektor industri masih negatif 1,38%, perdagangan minus 1,23%, konstruksi minus 0,79%, dan pertambangan minus 2,2%.
Adapun sektor yang mencatatkan pertumbuhan tertinggi di luar lima sektor utama adalah informasi dan komunikasi yang mencapai 8,72%. Disusul sektor pengadaan air 5,49%. jasa kesehatan 3,46%, pertanian, pengadaan listrik dan gas 1,68%, dan real estate 0,94%.
Sementara sektor yang masih mencatatkan kontraksi dalam, yakni transportasi dan pergudangan yang negatif 13,12%. Selain itu, akomodasi dan minuman masih minus 7,26%, jasa perusahaan minus 6,1%, jasa lainnya minus 5,15%, jasa keuangan 2,8%, dan jasa pendidikan minus 1,61%.
Pemerintah sebelumnya memang memprediksi ekonomi pada kungrtal I masih akan terkontraksi 0,6% hingga 0.9%. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani optimistis ekonomi akan kembali positif pada kuartal kedua tahun ini. Kementerian Keuangan bahkan memproyeksi pertumbuhan ekonomi mencapai 7% hingga 8%.
Optimisme Sri Mulyani seiring dengan sejumlah indikator ekonomi yang menunjukkan perbaikan. Teranyar, data IHS Markit merilis Purchasing Managers’ Index atau PMI Manufaktur Indonesia yang mencetak rekor pada April 2021.
"Ini sejalan dengan menurunkan kasus Covid-19 di Indonesia didukung program vaksinasi secara nasional," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers: Hasil Rapat Berkala II KSSK Tahun 2021, Selasa (3/5).
Sejak Maret 2021, menurut dia, sejumlah indikator dini ekonomi memang sudah menuju ke arah perbaikan. PMI Manufaktur Tanah Air telah berada di zona ekspansi yakni 53,2 dan terus menguat ke 54,6 pada April.
Ia juga masih optimistis target pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 4,5% hingga 5,5% masih dapat terkejar meski banyak lembaga dunia memangkas proyeksi ekonomi Indonesia. Pada tahun lalu, ekonomi Indonesia terkontraksi 2,07%.
Ekonom LPEM FEB Universitas Indonesia Teuku Riefky memperkirakan ekonomi tahun ini secara keseluruhan tumbuh 4,4% hingga 4,8% meski ekonomi masih terkontraksi pada tiga bulan pertama tahun ini. Menurut dia, proses pemulihan ekonomi Indonesia akan terdiri dari tiga tahapan, yakni kontraksi ekonomi yang mendalam, ekspansi awal, dan pemulihan total ekonomi.
"Kontraksi ekonomi yang mendalam atau tahap pertama dicirikan dengan penurunan tajam dari aktivitas ekonomi. Indonesia mengalami tahap ini pada kuartal I dan II 2020," katanya dalam hasil riset yang diperoleh Katadata.co.id.
Adapun fase ekspansi awal menurut dia, mulai terjadi pada kuartal ketiga tahun lalu dengan perbaikan aktivitas ekonomi usai dilonggarkannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) jilid I. Selanjutnya, fase ketiga dari pola pemulihan ekonomi adalah fase dalam mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi normal di jangka panjang.
"Indonesia dianggap telah memasuki tahap ini yakni tahun 2021 dan beberapa tahun ke depan," ujar dia.