Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II Diprediksi Tak Capai 7%
Pertumbuhan ekonomi pada kuartal II tahun ini diperkirakan tak mencapai 7% seperti prediksi pemerintah. Meski demikian, Indonesia hampir pasti keluar dari resesi ekonomi yang membelit sejak kuartal kedua tahun lalu akibat pandemi Covid-19
Konsensus pasar yang dihimpun Katadata.co.id memperkirakan ekonomi pada kuartal kedua tumbuh 6,9% secara tahunan. Proyeksi ini sejalan dengan prediksi Bank Indonesia yakni pertumbuhan sedikit di bawah 7%, tetapi di bawah perkiraan pemerintah 7,1% hingga 7,5%.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan, pengaruh efek tahun dasar atau low base effect yang negatif lebih dari 5% pada kuartal II 2020 memberikan pengaruh besar. Selain itu, ada faktor percepatan penyaluran bansos yang terbantu oleh faktor musiman Lebaran. mendukung pemulihan konsumsi rumah tangga.
“Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan berkisar 5,43% yoy dari kuartal sebelumnya yang terkontraksi 2,23% yoy,” ujar Josua kepada Katadata.co.id Rabu (4/5).
Konsumsi rumah tangga merupakan penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto. Josua memperkirakan, ekonomi pada kuartal II secara keseluruhan tumbuh 6,23% yoy.
Selain konsumsi rumah tangga, pertumbuhan ekonomi juga didorong oleh investasi yang diperkirakan tumbuh 8,23% yoy dan net ekspor yang melesat 36,4% yoy. Adapun konsumsi rumah tangga akan tumbuh 2,96% yoy.
Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro juga memperkirakan ekonomi pada April-Juni 2021 ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Ia memperkirakan ekonomi tumbuh 6,9% yoy.
Peneliti Center for Indonesia Policy Studies Pingkan Audrine Kosijung menilai lonjakan kasus yang terjadi sejak Juni berpotensi menghambat kinerja pertumbuhan ekonomi kuartal II 2021. Sektor ritel menjadi salah satu yang paling terdampak.
"Kemungkinan implementasi PPKM menurunkan pendapatan pengusaha dan berdampak pada para pekerja," kata dia.
Pemerintah memperkirakan ekonomi kuartal II mampu tumbuh 7,1%-7,5% meski lonjakan kasus Covid-19 terjadi sejak Juli. Menteri Keuangan Sri Mulyani masih optimistis ekonomi masih mampu tumbuh sesuai target meski lonjakan kasus Covid-19 mulai terjadi sejak Juni.
Hal ini, menurut dia, diindikasikan dari sejumlah indikator ekonomi yang membaik pada April hingga Juni. Keyakinan konsumen pada sepanjang kuartal kedua ini membaik dan berada di level optimistis. PMI manufaktur berada di level ekspansif pada April-Juni, dan mencetak rekor tertinggi pada Mei mencapai 55,3. Penjualan ritel juga tercatat tumbuh positif pada Juni.
BPS mencatat ekspor sepanjang semester pertama tahun ini naik 34,78% yoy mencapai US$ 102,87 miliar, sedangkan impor naik 28% yoy menjadi US$ 91,1 miliar. Alhasil, neraca perdagangan surplus mencapai US$ 11,86 miliar.
Namun, ekonomi pada kuartal ketiga diperkirakan tak sebaik tahun lalu. Sri Mulyani menyebut prediksi ekonomi pada sisa tahun ini akan bergantung pada durasi penerapan PPKM darurat.
Perkiraan pertumbuhan ekonomi kuartal III sebesar 4,6% dan kuartal IV sebesar 5,9 menggunakan skenario dampak moderat dari pembatasan tersebut. Sementara perkiraan pertumbuhan ekonomi sebesar 4% pada kuartal III dan 4,6% pada kuartal IV menggunakan skenario dampak berat.
Dalam skenario moderat, pemerintah mengasumsikan penyebaran kasus Covid-19 terus memuncak hingga minggu ke-2 Juli. Namun, relaksasi PPKM sudah dapat dilakukan pada minggu ke-1 Agustus dan pemulihan aktivitas ekonomi kembali terjadi secara gradual mulai pertengahan Agustus 2021.
Sedangkan pada skenario berat, pemerintah mengasumsikan penyebaran Covid-19 terus memuncak hingga minggu ke-2 Juli dengan level penambahan kasus harian yang lebih tinggi. Relaksasi PPKM baru dapat dilakukan pada minggu ke-3 Agustus, dan pemulihan aktivitas ekonomi kembali terjadi secara gradual mulai September 2021.
Ia pun memperkirakan ekonomi sepanjang tahun ini hanya mencapai 3,7% hingga 4,5%, di bawah target pemerintah dalam APBN 2021 yang mencapai 5%. Proyeksi tak jauh berbeda juga diberikan BI yang meramal ekonomi tahun ini hanya tumbuh 3,5% hingga 4,3%.