Rupiah Berpotensi Melemah Tertekan Masih Kuatnya Isu Tapering Off

Abdul Azis Said
4 Oktober 2021, 10:30
rupiah, dolar AS, nilai tukar
Adi Maulana Ibrahim |Katadata
Ilustrasi. Rupiah menguat bersama mayoritas mata uang Asia lainnya.

Nilai tukar rupiah dibuka menguat tipis 0,06% ke level Rp 14.300 per dolar AS pada perdagangan pasar spot pagi ini. Analis meramal rupiah masih berpotensi melemah di tengah sentimen tapering off The Fed yang masih tinggi.

Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah bergerak menguat ke posisi Rp 14.285 per dolar AS hingga pukul 10.00 WIB.  Mayoritas mata uang Asia lainnya menguat pagi ini. Won Korea Selatan 0,50%, yen Jepang dan dolar Taiwan 0,03%,  peso Filipina 0,13%, rupee India 0,15%, yuan Tiongkok 0,40%, ringgit Malaysia 0,11%. Sedangkan bath Thailand melemah 0,06% bersama dolar Singapura dan dolar Hong Kong sebesar 0,01%.

Advertisement

Namun, Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah masih berpotensi berkonsolidasi di area Rp 14.300 per dolar AS. Rupiah berpotensi melemah di kisaran Rp 14.330-Rp 14.350 per dolar AS dengan level support di kisaran Rp 14.290 per dolar AS. Rencana tapering off alias pengetatan stimulus oleh bank sentral AS masih menjadi sentimen utama pelemahan nilai tukar.

"Pelaku pasar masih mewaspadai kebijakan tapering yang mungkin akan diberlakukan di bulan November atau Desember. Tapering ini menandai dimulainya kebijakan pengetatan moneter," ujar Ariston kepada Katadata.co.id, Senin (4/10).

Bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) pada pertemuan Rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) edisi September mengumumkan bahwa tapering off berupa pengurangan pembelian aset akan dilakukan 'segera'. Kendati demikian, The Fed belum memberi keterangan yang jelas kapan langkah tersebut akan dimulai. Pasar mengantisipasi bank sentral akan mengumumkannya pada pertemuan FOMC bulan depan dan memulai tapering pada Desember 2022.

Pasar juga memperkirakan The Fed akan mempercepat rencana kenaikan suku bunga yang semula akan dimulai 2023 menjadi lebih awal, diperkirakan kenaikan suku bunga pada kuartal III 2022. Langkah ini akan dilakukan setelah pengurangan pembelian aset berakhir pada pertengahan tahun depan.

The Fed selama ini melakukan pembelian aset senilai US$ 120 miliar setiap bulannya untuk mendukung pemulihan ekonomi AS. Aset ini teridiri atas US$ 80 miliar berupa obligasi pemerintah dan US$ 40 miliar berupa obligasi beragun hipotek.

Selain penantian pasar terhadap rencana tapering off The Fed, pasar tampaknya mengantisipasi risiko gangguan ekonomi di sejumlah negara yang diakibatkan oleh keterbatasan energi. "Ini bisa menjadi sentimen negatif untuk aset berisiko," kata Ariston.

Negara-negara di zona Uni Eropa menghadapi level inflasi tertinggi dalam 13 tahun akibat akibat harga energi yang meroket. Inflasi zona euro pada September tercatat sebesar 3,4%. Ini merupakan yang tertinggi sejak September 2008 yang mencapai 3,6%. Kenaikan harga-harga terutama terjadi di Jerman sebesar 4,1%, ini merupakan yang tertinggi sejak 30 tahun terakhir.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement