Rupiah Berpotensi Melemah Terimbas Kinerja Apple dan Amazon
Nilai tukar rupiah dibuka menguat tipis 0,04% ke level Rp 14.168 per dolar AS pada perdagangan pasar spot pagi ini. Meski demikian rupiah diramal akan melemah di tengah kinerja dua raksasa teknologi AS, Apple dan Amazon yang berada di bawah ekspektasi sehingga mendorong sentimen negatif pada aset berisiko.
Mengutip Bloomberg, kurs garuda menguat tipis ke Rp 14.163 per dolar AS pada pukul 09.55 WIB. Sementara mata uang Asia lainnya bergerak bervariasi. Pelemahan terjadi pada yen Jepang 0,01%, dolar Taiwan 0,04%, won Korea Selatan 0,05%. Kemudian dolar Singapura menguat 0,01% bersama peso Filipina 0,14%, rupee India 0,14%, ringgita Malaysia 0,22% dan bath Thailand 0,06%. Sedangkan dolar Hong Kong, yuan Cina stagnan.
Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah akan melemah di kisaran Rp 14.200 per dolar AS, dengan potensi penguatan Rp 14.150 per dolar AS pada perdagangan hari ini. Pelemahan dipengaruhi laporan pendapatan dua raksasa teknologi AS yang mendorong sentimen negatif terhadap aset berisiko.
"Indeks saham Asia terlihat bergerak negatif pagi ini, penyebabnya kemungkinan dipicu oleh laporan penghasilan perusahaan teknologi besar AS seperti Apple dan Amazon yang di bawah ekspektasi pasar," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Jumat (29/10).
Indeks saham utama Asia terpantau melemah pagi ini. Nikkei 225 Jepang memerah 0,45%, Shanghai SE Composite Cina 0,27%, Hang Seng Hong Kong 0,65%, Kospi Korea Selatan 0,49%, Nifty 50 India 1,94% dan Taiex Taiwan 0,51%. Sedangkan penguatan pada indesk Street Times Singapura 0,52%, Jakarta Composite Indonesia 0,53% dan FTSE Bursa Malaysia KLCI 0,21%.
Pelemahan pada saham-saham Asia terutama terjadisetelah raksasa teknologi Apple melaporkan pendapatan sebesar US$ 83,36 miliar pada kuartal III 2021, di bawah perkirakan Refinitiv US$ 84,85 miliar. Meski demikian. kinerja tersebut naik 29% secara year-over year (yoy). Pendapatan dari penjualan iPhone, Mac dan produk lainnya gagal mencapai ekspektasi, sedangkan pendapatan dari servis dan penjualan iPad berada di atas ekspektasi.
"Kendala pasokan didorong oleh kekurangan chip di seluruh industri yang telah banyak dibicarakan, dan gangguan manufaktur akibat Covid-19 di Asia Tenggara,” kata CEO Apple Tim Cook seperti dikutip dari CNBC International, Kamis (28/10).
Persoalan rantai pasok, ditambah keterbatasan jumlah tenaga kerja juga menjadi penyebab Amazon melaporkan pendapatan di bawah ekspektasi pasar. Perusahaan membukukan pendapatan sebesar US$ 110,81 miliar sepanjang Juli-September, tetapi di bawah ekspektasi US$ 111,6 miliar.
Perusahaan mulai mengambil langkah untuk mengatasi kendala pengiriman dengan menambah pelabuhan pengiriman baru dan meningkatkan jumlah armada pesawat dan truknya. Selain itu, perusahaan juga berencana menambah 275 ribu karyawan tetap dan musiman, terutama untuk menyambut belanja yang diprediksi bakal melonjak memasuki musim libur natal dan tahun baru.
Masalah rantai pasok telah menjadi perhatian serius global beberapa bulan terakhir. Kondisi ini makin diperburuk oleh krisis energi yang kemudian mendorong munculnya tekanan inflasi di beragai negara. Ariston juga mengatakan inflasi global yang memanas dapat menekan nilai tukar seiring memburuknya ekspektasi pasar terhadap pemulihan ekonomi dunia.
Sejumlah bank sentral kemudian mulai ancang-ancang memperketat kebijakan moneternya akibat lonjakan harga-harga. Brasil, Korea Selatan, Selandia Baru, Singapura dan beberapa negara lainnya sudah meninggalkan kebijakan moneter longgar untuk mengkompensasi inflasi yang terus naik. Ini diambil sekalipun negara-negara tersebut belum sepenuhnya pulih dari pandemi.
Bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) juga berencana memulai tapering berupa pengetatan pembelian aset paling cepat pertengahan bulan depan atau Desember. Rencana ini turut mendorong pelemahan pada nilai tukar.
"Pergerakan rupiah juga dipengaruhi pasar yang masih menantikan keputusan kebijakan moneter AS terkait tapering minggu depan," kata Ariston.
Berdasarkan notulen rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) bulan lalu, The Fed diketahui berencana mengurangi pembelian asetnya sebesar US$ 15 miliar. Bank sentral diketahui rutin membeli aset senilai US$ 120 miliar dalam rangka menyediakan pembiayana pemerintah khususnya penanganan pandemi. Pembelian tersebut juga direncanakan berakhir pada pertengahan tahun depan.