Presidensi G20 Indonesia Dimulai, Ini Rincian Agenda dan Pembahasannya
Indonesia resmi menjadi presidensi atau keketuaan pertemuan G20 mulai 1 Desember 2021 hingga pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada November 2022. Ratusan pertemuan akan digelar dalam perhelatan akbar tersebut.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi Masyita Crystallin menjelaskan, Indonesia menjadi negara berkembang pertama yang menjadi tuan rumah G20. Forum kerja sama multilateral ini terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa.
“G20 merepresentasikan lebih dari 60% populasi bumi, 75% perdagangan global, dan 80% PDB dunia,” ujar Masyita dalam akun Instagram miliknya, Selasa (7/12).
Lantas, apa saja yang akan dibahas dalam forum tersebut?
Menurut Masyita, akan terdapat beberapa alur kerja dalam perumusan kebijakan jalur keuangan di perhelatan tersebut, yakni:
- Framework Working Group (FWG)
- Internasional Financial Architecture Working Group (IFAWG)
- Infrastructure Working Grup (IWG)
- Sustainable Finance Working Grup (SFWG)
- Global Partnership for Financial Inclusion (GPFI)
“Untuk SFWG, Indonesia akan fokus pada transisi Pengembangan pasar keuangan dan Pengembangan kebijakan fiskal untuk mengungkit akselerasi transisi perubahan iklim,” kata dia.
Ia menekankan Indonesia dalam G20 yang berlangsung hingga tahun depan akan mengajak seluruh dunia untuk bersama-sama mencapai pemulihan yang lebih kuat dan berkelanjutan melalui tema yang diusung yakni pulih bersama dan pulih lebih kuat atau recover together recover stronger.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya menjabarkan, terdapat tujuh agenda prioritas di sektor keuangan (finance track) yang akan dibahas dalam pertemuan tersebut, mencakup koordinasi langkah penarikan stimulus dan persiapan penerbitan mata uang digital bank sentral.
"Tema utama pertemuan G20 dibawah presidensi Indonesia pada tahun depan adalah pulih bersama dan lebih kuat atau recover together and stronger. Ini membutuhkan koordinasi global,” ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Bersama Kesiapan Presidensi G20, Selasa (14/9).
Sri Mulyani menjelaskan, akan terdapat 150 pertemuan tingkat pimpinan, menteri, deputi, hingga working group selama Indonesia menjadi presidensi G20 yang akan dimulai pada 1 Desember 2021. Dari total pertemuan tersebut, akan ada 28 pertemuan di bidang keuangan.
Adapun tujuh agenda prioritas jalur keuangan yang akan dibahas dalam rangkaian pertemuan G20, yakni:
- Koordinasi langkah penarikan stimulus atau exit policy untuk mendukung pemulihan.
Dibutuhkan koordinasi terkait tahapan penarikan stimulus ekonomi yang saat ini dilakukan seluruh negara-negara G20. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi global dan masing-masing negara G20 diharapkan terus berlangsung.
"Ini tentu bukan hal yang mudah karena kondisi setiap negara berbeda-beda. Persoalannya adalah bagaimana desain dan kapan kita akan mulai melakukan exit policy. Ini adalah isu utama dan paling penting yang akan dibahas di finance track," kata dia.
- Mengatasi dampak Pandemi Covid-19 untuk menjaga pertumbuhan
Semua negara melihat dampak covid-19 bukan hanya di bidang kesehatan, tetapi juga luka yang ditimbulkan di bidang ekonomi. Sri Mulyani mencontohkan, terjadi gangguan pada sisi suplai hingga masalah neraca keuangan yang dihadapi banyak perusahaan. Kondisi ini membutuhkan pemulihan.
"Akan dibahas bagaimana desain kebijakan untuk mendorong produktivitas dan memulihkan kembali ekonomi," ujarnya.
- Pembiayaan berkelanjutan
Ini merupakan salah satu isu penting lainnya yakni upaya sektor keuangan untuk membantu mengatasi perubahan iklim. Pembahasan akan mencakup green finance facility, termasuk stimulus dibidang fiskal untuk mendorong pembangunan berkelanjutan.
- Pemajakan internasional
Pembahasan akan mencakup kemajuan dan pelaksanaan persetujuan global taxation principle. insentif pajak, pajak digital, praktik penghindaran pajak, serta reformasi perpajakan. "Reformasi di bidang perpajakan akan menjadi menu utama karena ini adalah salah satu prioritas Indonesia yang juga sedang kita jalankan dan juga prioritas negara-negara G20," ujarnya.
Sri Mulyani menekankan, pihaknya akan menjaga kepentingan Indonesia dan negara berkembang dalam berbagai pembahasan di pertemuan G20. Dengan demikian, Indonesia dan negara berkembang tak akan dirugikan terutama ditengah digitalisasi ekonomi.
- Sistem pembayaran lintas negara
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, sistem pembayaran lintas negara akan didorong untuk menurunkan biaya hingga mempercepat dan memperluas akses sistem keuangan.
- Inklusi keuangan: digital dan UMKM
Pembahasan akan fokus bagaimana digitalisasi perbankan akan mendorong UMKM, termasuk upaya yang akan dilakukan lintas negara
- Persiapan penerbitan mata uang digital bank sentral
Digitalisasi pembayaran juga akan mencakup upaya bank sentral membentuk mata uang digital bank sentral (central bank digital currency/CDBC), termasuk rencana Indonesia menerbitkan rupiah digital. Perry mengatakan, akan ada tiga pembahasan utama. pertama, bagaimana CDBC menjadi alat pembayaran yang sah. Kedua, bagaimana CDBC mendukung tugas bank sentral di bidang moneter dan sistem keuangan. Ketiga, bagaimana CDBC mendukung inklusi keuangan dengan kerja sama pembayaran lintas negara.
Agenda Lanjutan G2o
Selain ketujuh agenda prioritas tersebut, menurut Sri Mulyani, akan ada beberapa agenda yang merupakan pembahasan lanjutan pertemuan G20 sebelumnya, mencakup:
- Dukungan global untuk semua negara rentan yang paling terkena dampak pandemi Covid-19.
Ini dilakukan melalui alokasi special drawing rights (SDR), fasilitas pembiayaan multilateral development banks, agenda restrukturisasi utang, dan kemungkinan dukungan lainnya.
- Investasi infrastruktur.
Mencakup transformasi infrastruktur digital dan mendorong investasi swasta untuk meningkatkan dan mempercepat investasi infrastruktur setelah pandemi.
- Agenda keuangan berkelanjutan.
Diskusi akan diarahkan pada transisi yang adil dan terjangkau untuk mempercepat pemulihan ekonomi yang ramah lingkungan.
- Penguatan regulasi keuangan dalam rangka mengembangkan sistem keuangan digital.
Diskusi akan menekankan dampak inovasi digital, yang tidak hanta fokus pada manfaat tetapi juga menahan potensi risiko yang muncul.