Rusia di Ambang Krisis Ekonomi Panjang Buntut Invasi ke Ukraina

Agustiyanti
2 Maret 2022, 18:13
rusia, ukraina, perang rusia dan ukraina, perang rusia ukraina, krisis ekonomi rusia, krisis rusia
ANTARA FOTO/REUTERS/Alexander Ermochenko/WSJ/cf
Ilustrasi. Rusia menghadapi deretan sanksi dari Amerika Serikat dan sekutunya akibat invasi ke Ukraina.

Ekonomi Rusia berpotensi mengalami krisis ekonomi panjang seiring deretan sanksi yang diberikan oleh Amerika Serikat dan sekutunya sebagai balasan atas invasi ke Ukraina. Negeri Beruang Merah ini menghadapi goncangan nilai tukar, lonjakan inflasi dan suku bunga, serta penarikan besar-besaran atau rush di perbankan.

Mata uang Rusia telah anjlok sekitar 30% dan sempat menyentuh level terendah sepanjang sejarah mencapai 119 rubel per dolar AS. Bank Sentral Rusia pun telah mengerek bunga acuannya lebih dari dua kali lipat dari 9,5% menjadi 20% dan mengeluarkan serangkaian kebijakan darurat untuk mengatasi gejolak ini.

Deretan sanksi yang digencarkan terutama oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa telah berdampak pada operasional bank terbesar Rusia, Sberbank di Eropa. Cabang Sberbank di Austria dinyatakan gagal, sementara cabang di Kroasia dan Slovenia telah diambil alih pemilik baru sesuai dengan resolusi yang dirancang Otoritas Uni Eropa yang bertanggung jawab merestrukturisasi bank gagal. 

Langkah ini dumumkan oleh Dewan Resolusi Tunggal Uni Eropa (SRB) pada Selasa (1/2). Cabang Sberbank di Austria adalah bank pertama yang menjadi korban akibat sanksi luas kepada Rusia atas serangan terhadap Ukraina. 

Dewan Resolusi telah menyetop sebagian besar kegiatan bank milik Rusia pekan ini, setelah para nasabah melakuakan aksi penarikan uang besar-besaran sebagai tanggapan terhadap sanksi barat. Lembaga ini mengatakan bahwa mereka telah memutuskan untuk mengaluhkan semua saham anak perusahaan Sberbank Kroasia ke Hrvatska Postanska Banka, sementara unit Slovenia-nya akan ditransfer ke Nova Ljubljanska Banka. 

“SRB juga telah memutuskan bahwa resolusi tidak diperlukan untuk induk Austria dari Sberbank Europe AG. Prosedur kepailitan akan dilakukan sesuai dengan hukum nasional. Setoran yang memenuhi syarat hingga 100.000 euro dilindungi oleh sistem jaminan simpanan Austria,” kata SRB dikutip dari Financial Times. 

Sanksi yang diluncurkan AS, Eropa, dan negara-negara lainnya tak hanya akan berdampak pada Sberbank tetapi juga bank-bank Rusia lainnya. Bank Sentral Rusia telah mengeluarkan kebijakan untuk menambah likuiditas di pasar mencapai 733 miliar rubel atau US$8,78 miliar. 

AS, Eropa, dan Kanada  pada pekan lalu sepakat untuk memblokir bank-bank utama Rusia dari sistem pembayaran antarbank global, SWIFT. Sistem ini menghubungkan lebih dari 11.000 bank dan lembaga keuangan di lebih dari 200 negara dan wilayah.

Krisis ekonomi dan keuangan yang mulai membelit Rusia akibat perang dengan Ukraina tampaknya akan berlangsung lama.  Presiden Amerika Serikat Joe Biden telah bersumpah akan membuat Presiden Rusia Vladimir Putin membayar mahal atas tindakannya menginvasi Ukraina. Meski Rusia meraih kemenangan dalam perang dengan Ukraina, Biden berjanji dampaknya pada  Rusia akan buruk dan berlangsung dalam jangka panjang. 

“Meskipun dia mungkin mendapat keuntungan di medan perang, Rusia akan membayar harga tinggi yang berkelanjutan dalam jangka panjang,” kata Biden dalam pidato kenegaraannya seperti dikutip dari Reuters. 

Di luar teks pidato yang sudah disiapkan, Biden mengatakan tak tahu apa yang akan terjadi nantinya terhadap Rusia. Ia pun tak memberikan penjelasan lebih lanjut. 

Pidato Biden disampaikan kepada Kongres pada hari keenam invasi Rusia ke Ukraina dan saat tank-tank Rusia bersiap untuk mengambil alih Ibu Kota Ukraina. Sementara itu, Amerika Serikat dan negara-negara sekutu terus meningkatkan sanksi terhadap Rusia. 

Dalam pidatonya, Biden mengumumkan sanksi baru yakni melarang penerbangan Rusia di wilayah udara Amerika. Ia juga memerintahkan Departemen Kehakiman untuk merebut kapal pesiar, apartemen mewah, dan jet pribadi orang kaya Rusia yang memiliki hubungan dengan Putin.

Selain itu, Biden juga mengisyaratkan langkah-langkah untuk melumpuhkan militer Rusia di masa depan. “Kami akan membatasi akses Rusia ke teknologi yang akan melemahkan kekuatan ekonomi dan militernya selama bertahun-tahun yang akan datang,” katanya.

Ia menekankan, perang yang dimulai Putin ini akan melemahkan Rusia saat negara-negara lain di seluruh dunia lebih kuat.

Biden, yang berbicara pada hari sebelumnya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy, telah menolak partisipasi militer AS secara langsung di Ukraina.

Namun, pemerintah AS telah berbagi informasi intelijen tentang operasi Rusia dan memimpin dunia dalam memberlakukan serangkaian sanksi ekonomi bersejarah pada pemerintah Putin, sekutu dan bank terbesar di negara itu. 

Hampir seminggu sejak pasukan Rusia menyerbu perbatasan, mereka belum merebut kota-kota besar Ukraina karena mengalami perlawanan yang lebih sengit dari yang mereka duga. 

Ekonom Chatib Basri dalam tulisan kolomnya di Harian Kompas mengatakan, dampak sanksi negara-negara barat terhadap ekonomi Rusia kemungkinan tak akan segera terasa. Hal ini mungkin terjadi karena Rusia memiliki cadangan devisa yang cukup besar karena  sudah menikmati surplus transaksi berjalan yang besar meski mata uangnya rubel jatuh dan inflasi meningkat.

"Dengan kondisi ini, dampak dari sanksi terhadap ekonomi Rusia tak akan segera terasa," ujar Chatib.

Ia menilai, risiko lebih besar yang justru akan muncul adalah melonjaknya inflasi dan perlambatan perekonomian global, khususnya di Eropa.  Eropa selama ini bergantung pada pasokan gas Rusia, serta sedang mengalami kenaikan inflasi bahkan sebelum perang terjadi. "Inflasi akan meningkat tajam, dan ini akan mengganggu pemulihan ekonomi mereka," kata Chatib. 

Kondisi tak jauh berbeda juga akan terjadi di Amerika Serikat. Perang akan berdampak pada kenaikan harga energi dan pangan dunia yang akan memperburuk kondisi inflasi AS yang sudah terjadi.  Hal ini akan menganggu pemulihan ekonomi AS dan berpotensi membuat kenaikan bunga The Fed tak akan se-agresif rencana awal.

"Dugaan saya, dalam jangka pendek, kita akan melihat meningkatnya ekspor Indonesia. Namun dalam jangka menengah jika perang berlanjut dan resesi terjadi, maka Indonesia juga akan merasakan dampak dari resesi global," ujarnya. 

 

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...