APBN Catat Defisit Rp 5,8 Triliun pada Kuartal I 2022
Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga kuartal pertama tahun ini mencapai Rp 5,81 triliun atau 0,67% dari target. Kondisi ini berbalik dibandingkan akhir Februari 2022 yang masih mencatatkan surplus anggaran.
"Pada tahun 2022, APBN tetap ekspansif untuk mengantisipasi Covid-19 sehingga harus dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung pemulihan Ekonomi," kata Direktur Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kemenkeu Hadiyanto dalam Rakornas Pelaksanaan Anggaran 2022, Selasa (12/4).
Realisasi defisit ini terutama disumbang oleh realisasi pada bulan lalu. Dalam laporan realisasi hingga Februari 2022, APBN masih berhasil mencatat surplus Rp 19,7 triliun.
Defisit disebabkan realisasi belanja negara yang lebih besar dibandingkan pendapatan negara, sekalipun kinerja pendapatan membaik. Pendapatan negara sudah mencapai Rp 484,83 triliun atau 26,2% dari target tahun ini, tumbuh 30% dibandingkan kuartal I 2021.
Pendapatan negara disumbangkan oleh penerimaan perpajakan yang mencapai Rp 385,63 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 99,09 triliun.
Sementara itu, realisasi belanja negara tercatat sebesar Rp 490,64 triliun atau 18,1% dari target, turun 6,2% dibandingkan tahun lalu. Realisasi belanja ini terdiri atas belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) sebesar Rp 151,49 triliun, belanja non-K/L sebesar Rp 162,68 triliun dan belanja transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp 176,46 triliun.
Dengan realisasi tersebut, Hadiyanto menilai kinerja anggaran masih baik sehingga perlu untuk terus dijaga. Menurut dia, belanja negara harus terus dijaga kualitasnya, terutama terkait pola realisasi yang lebih merata. Belanja yang berkualitas diharap bisa menjadi pengungkit yang efektif bagi pemulihan ekonomi nasional.
"K/L perlu segera membuka blokir alokasi anggaran, sehingga belanja strategis bisa segera dilaksanakan dan bisa memberikan manfaat bagi masyarakat lebih awal," kata Hadiyanto.
Selain itu, percepatan penyelesaian kegiatan kontraktual melalui pembayaran kepada pihak ketiga juga perlu didorong. Hal ini untuk mencegah idle money dan idle aset yang bisa menunda pemanfaatan dari hasil pembangunan yang sudah dilakukan.
Pada tahun ini, pemerintah menargetkan defisit sebesar Rp 868 triliun atau 4,85% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp 1.846,1 triliun, sementara belanja sebesar Rp 2.714,2 triliun.
"Tahun ini adalah golden moment untuk pemulihan ekonomi nasional oleh karena itu, pelaksanaan belanja dari alokasi dana tersebut hendaknya benar-benar digunakan untuk pencapaian program-program strategis nasional, terutama kelanjutan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN)," kata Hadiyanto.