Kemenkeu Pastikan APBN Makin Sehat Meski Belanja Subsidi Bengkak
Kementerian Keuangan berencana menambah anggaran subsidi energi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) seiring lonjakan harga komoditas energi global akibat perang. Meski subsidi membengkak, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu memastikan, keuangan negara tetap sehat karena penerimaan negara juga memperoleh windfall dari kenaikan harga komoditas.
"APBN akan meng-absorbs shock tetapi tetap lebih sehat tahun ini. Defisit anggaran akan kami lebih rendah, bahkan dibandingkan tahun lalu 4,57% dari Produk Domestik Bruto (PDB)," kata Febrio dalam diskusi dengan media secara virtual, Jumat (13/5).
Febrio mengatakan, prioritas pemerintah saat ini adalah mendorong pertumbuhan ekonomi serta menjaga daya beli masyarakat. Oleh karena itu, APBN lagi-lagi akan disiapkan sebagai shock absorber , salah satunya untuk menjaga daya beli masyarakat dari dampak kenaikan harga energi.
Namun, Febrio tidak menjelaskan berapa besaran tambahan belanja subsidi yang disiapkan pemerintah. Ia hanya mengatakan, besaran tambahan subsidi sangat bergantung pada berapa lama harga energi yang tinggi akan bertahan.
Di sisi lain, penerimaan negara juga diramal tumbuh kuat berkat kenaikan harga komoditas. Hal inilah yang menjadi modal untuk APBN bisa semakin sehat. Dalam kesempatan terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan pendapatan negara tahun ini bisa tumbuh lebih dari 11%.
Kemenkeu dalam dua bulan ke depan bersama DPR akan melakukan pembahasan terkait perombakan postur APBN. Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Made Arya Wijaya mengatakan, pihaknya kini masih membahas item mana saja yang akan disesuaikan. Namun, target pendapatan negara berpotensi di kerek untuk mengurangi defisit APBN.
"Defisit diusulkan lebih rendah menuju 4,5%," ujarnya melalui pesan singkat kepada Katadata.co.id, Kamis (12/5).
Seperti diketahui, tahun ini merupakan tahun terakhir pemerintah diperbolehkan memperlebar defisit APBN lebih dari 3%. Pemerintah menargetkan defisit sebesar Rp 868 triliun atau 4,85% dari PDB pada tahun ini, tetapi APBN masih surplus Rp 10,3 triliun atau 0,06% dari PDB pada kuartal I 2022.
APBN yang masih berhasil surplus pada awal tahun ini tidak lepas dari kinerja pendapata negara yang berasil tmbuh 32,1%. Kinerja moncer tersebut merata di semua sumber penerimaan, seperti perpajakan yang tumbuh 41,4%, kepabeanan dan cukai 27,3% dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 11,8%. Di sisi lain, belanja negara justru terkontraksi 6,2%, terutama karena penurunan pada belanja pemerintah pusat, sementara transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) masih tumbuh positif.
Kinerja positif juga terlihat pada keseimbangan primer di kuartal I yang surplus Rp 94,7%. Kinerja ini tumbuh 245,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni defisit Rp 65,3 triliun.