Inflasi di RI Tak Setinggi Negara Lain karena Harga Beras Stabil
Kementerian Keuangan menyebut stabilitas harga beras menjadi salah satu penyebab inflasi domestik masih terjaga. Indeks Harga Konsumen (IHK) April mencapai 3,47% secara tahunan, jauh lebih rendah dibandingkan negara lain yang bahkan mencapai dua digit.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan beras menjadi salah satu bahan pangan yang berkontribusi cukup besar di dalam basket perhitungan IHK sebesar 3,33%. Secara tahun kalender, harga beras relatif terkendali hanya 0,7%.
Ia mengatakan, stabilitas harga beras tidak lepas dari kondisi curah hujan domestik dalam dua tahun terakhir yang masih cukup tinggi. Dengan pasokan yang aman, harga beras bisa dijaga sangat terkendali.
"Jadi, kalau harga beras bisa dikelola, daya beli masyarakat relatif terjaga sehingga kenapa kita lihat inflasi di April sangat rendah dibandingkan banyak negara lain," ujarnya dalam diskusi virtual dengan wartawan, Jumat (13/5).
Inflasi yang mulai naik di dalam negeri sebetulnya relatif lebih rendah dibandingkan beberapa negara lain. Inflasi Rusia mencapai 16,7%, Brasil 12,1%, Meksiko 7,7% , Amerika Serikat 8,3%, Inggris dan India yang menyentuh 7% serta Eropa 7,5%.
Harga beras bukan satu-satunya harga pangan yang masih terjaga, beberapa harga komoditas lainnya seperti cabai rawit bahkan turun 43,3% dibandingkan awal tahun. Harga minyak goreng curah juga turun 4% dan telur ayam 9,6%. Penurunan pada harga minyak goreng curah karena adanya pemberlakukan HET.
Sementara itu, harga bawang merah naik 32,9% sejak awal tahun. Namun, andilnya ke IHK relatif rendah hanya 0,34%. Kenaikan harga disebabkan menipisnya pasokan. Harga daging sapi juga meningkat terutama memasuki bulan April, seiring adanya periode musiman Ramadan dan lebaran.
"Jadi angka-angka ini terus kami pantau, kami pastikan daya beli masyarakat terus terjaga," ujar Febrio.
Laporan inflasi April yang dirilis BPS awal pekan ini juga memberi sinyal positif terhadap perekonomian. Hal ini karena inflasi komponen inti yang naik menjadi 2,6% dari bulan sebelumnya 2,37% YOY. Kondisi ini memberi sinyal bahwa masyarakat mulai meningkatkan konsumsi bukan hanya untuk kebutuhan pokok, tetapi juga kebutuhan lainnya seperti pakaian, alas kaki, rekreasi, restoran hingga kesehatan.
Ia menyebut level inflasi domestik saat ini masih terjaga walau ke depannya pemerintah akan melakukan antisipasi. Dampak dari kenaikan harga energi terhadap rumah tangga sejauh ini dinilai mampu dimitigasi.
"Ke depan, strateginya masih sama, yakni bagaimana dampak kenaikan harga komoditas baik energi maupun pangan global bisa kita serap dengan meletakkan APBN sebagai shock absorber untuk memastikan dampaknya ke daya beli bisa terus dikelola dengan baik," ujarnya.