The Fed Agresif Kerek Bunga, Ini Kata Sri Mulyani soal Dampaknya ke RI
Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve kembali mengerek suku bunga 75 bps pada pertemuan tadi malam dan memberi sinyal kuat kanaikan lebih lanjut ke depannya. Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut dampak langkah The Fedterhadap risiko outflow atau keluarnya modal asing sebetulnya sudah diperhitungkan.
"Proyeksi terhadap suku bunga The Fed yang bisa mencapai di atas 4% tahun depan sudah dimasukkan dalam perkirakan dinamika capital outflow," kata Sri Mulyani saat ditemui di Kompleks Parlemen, Kamis (22/9).
Berdasarkan data Bank Indonesia, aliran modal asing telah keluar dari pasar keuangan domestik Rp 66,82 triliun sejak awal tahun sampai 15 September 2022. Ini terdiri atas keluarnya modal asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 141,14 triliun dan masuknya modal asing di pasar saham sebesar Rp 74,32 triliun.
Dalam kondisi saat ini, menurut dia, setiap negara memang harus memperkuat ketahanannya. Namun, ia optimistis kondisi ekonomi di dalam negeri tetap kuat meski menghadapi goncangan eksternal dari kebijakan The Fed.
"Neraca pembayaran, alhamdulillah Indonesia neraca dagang masih surplus 28 bulan berturut-turut, cadangan devisa juga relatif stabil," kata Sri Mulyani.
Di sisi lain, Sri Mulyani juga mulai mewaspadai kemungkinan perlambatan ekonomi global seiring kondisi moneter yang makin ketat. Setelah pengumuman kenaikan 75 bps dini hari tadi, The Fed kembali mengindikasikan berlanjutnya kenaikan suku bunga seiring inflasi yang masih bertahan tinggi. Pejabat The Fed mengindikasikan suku bunga dikerek hingga 4,6% pada tahun depan dan belum akan ada pemangkasan.
Komentar yang tegas oleh The Fed tersebut, menurut dia, tentu sudah mempertimbangkan dampaknya ke perkeonomian Amerika. Kenaikan bunga bisa menekan pertumbuhan ekonomi karena pembiayaan utang yang makin mahal akan mendorong konsumsi hingga investasi turun.
"Artinya, pertumbuhan ekonomi di AS tahun ini sampai tahun depan mungkin akan mulai terlihat mengalami dampak dari kenaikan suku bunga tersebut," kata Sri Mulyani.
Perlambatan di AS akan menimbulkan efek rambatan ke perekonomian dunia secara keseluruhan. Pasalnya, Negeri Paman Sam saat ini masih menjadi negara perekonomian terbesar dunia.
Perlambatan di AS yang disusul pelemahan ekonomi negara-negara lain tentu akan berimplikasi ke dalam negeri lewat penurunan harga komoditas. Permintaan yang turun akan menurunkan harga komoditas. "Itu yang harus kita antisipasi terus," kata Sri Mulyani.