Tiga Tantangan Perbankan Mendanai Energi Terbarukan

Agustiyanti
19 Mei 2022, 07:15
Ketua Bidang Hukum Perbanas Fransiska Oei
KATADATA/ILUSTRASI: JOSHUA SIRINGO-RINGO

Pemerintah tengah mengarahkan perekonomian Indonesia secara berkelanjutan. Salah satu target utamanya yaitu menuju nol emisi karbon atau net zero emission pada 2060. 

Sejumlah kebijakan telah disiapkan untuk mendukung cita-cita tersebut, termasuk di sektor keuangan. Langkah terbaru yang dilakukan adalah penerbitan taksonomi hijau atau green taxonomy oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Taksonomi hijau menjadi panduan bagi industri keuangan untuk menyamakan bahasa tentang kegiatan usaha atau produk dan jasa yang tergolong hijau. Kegiatan usaha hijau merupakan usaha yang mendukung upaya perlindungan lingkungan hidup dan mitigasi, serta adaptasi perubahan iklim yang telah sejalan dengan definisi internasional. 

Berdasarkan catatan OJK, pembiayaan hijau oleh industri perbankan hingga akhir tahun lalu mencapai Rp 809,75 triliun. Jumlah ini mengambil porsi 14 % dari total kredit perbankan yang mencapai Rp 5.768,58 triliun. 

Ketua Bidang Hukum Perbanas Fransiska Oei mengatakan, masih banyak tantangan yang dihadapi industri perbankan dalam mendorong pembiayaan hijau. Salah satunya adalah kesiapan masing-masing industri yang menunjang. Selain itu, bank masih kesulitan untuk menganalisis risiko dari proyek-proyek energi terbarukan yang mendukung upaya menurunkan emisi karbon.

Bagaimana langkah perbankan untuk mendorong pembiayaan hijau dan apa saja sebenarnya tantangannya? Berikut petikan wawancara lengkap Katadata.co.id dengan Fransiska yang saat ini juga menjabat sebagai direktur kepatuhan CIMB Niaga.

Bagaimana saat ini green banking diterapkan perbankan?

Perbankan sebenarnya sudah mulai menerapkan pembiayaan berkelanjutan sejak diterbitkannya Peraturan OJK Nomor 51/POJK.03/2017. Aturan ini antara lain mengatur penerapan keuangan berkelanjutan untuk industri perbankan. Jadi penerapannya untuk seluruh bank, termasuk bank kategori BUKU 1 dan 2.

Kami sebenarnya tidak pakai istilah green banking tapi keuangan berkelanjutan. Ada beberapa yang harus dilaksanakan sesuai aturan itu, misalnya membuat visi dan misi. Kemudian diminta membuat organisasi, training untuk meningkatkan kapasitas SDM internal, rencana aksi satu tahun hingga lima tahun ke depan.

Kemudian, kami juga diminta membuat laporan OJK dan rencana aksi keberlanjutan, juga harus membuat laporan kepada publik. Dalam Laporan itu, kami diminta mengkategorikan 11 industri dalam keuangan berkelanjutan. 

Kami sejauh ini juga tidak diwajibkan untuk mengalokasikan sekian persen menambah portofolio kami untuk keuangan berkelanjutan atau bahkan proyek energi terbarukan. Baru sebatas meletakkan dasar-dasarnya dahulu.

Bagaimana dengan green taxonomy yang diterbitkan OJK dan seperti apa penerapannya?

Taksonomi hijau ini bukan regulasi tetapi lebih kepada panduan, bagaimana definisi dari pembiayaan hijau atau pembiayaan berkelanjutan. Seperti apa industri yang ramah lingkungan? Ada yang kemudian dikategorikan green, yellow, dan red

Green taxonomy ini bisa dibilang sangat bagus dan lengkap. Hanya saja yang saya kawatirkan, industri sendiri tidak siap. Misalnya saja di industri sawit, dikatakan green jika memiliki sertifikat ISPO dan RSPO. Faktanya di lapangan, jangankan RSPO, ISPO saja banyak nasabah yang belum mau dan tidak punya. 

Ada contoh lagi di industri agriculture, forestry and other land use. Di dalam green taxonomy, mereka dikatakan hijau jika punya sertifikat good agriculture practice. Nasabah kita sebagian besar  tidak punya dan tidak ada yang memaksa untuk punya. 

Jadi yang kami rasakan, perbankan ingin maju. Tapi kalau industri tidak mau, kami harus maju ke mana? Karena nasabah juga tidak ditekan oleh regulator untuk ke arah sana. 

Apakah taksonomi hijau ini sudah dipergunakan dalam pengukuran risiko kredit?

Sebenarnya kami baru dapat taksonomi hijau di awal tahun ini dan sedang mencoba mengklasifikasikan. Ada sekitar 914 subsektor, jauh lebih banyak dari laporan bank umum. Di green taxonomy, setiap sektor bahkan ada turunannya hingga lima tingkatan. Ini yang menjadi pekerjaan rumah. 

Jadi kami sedang mempelajari untuk perubahan pelaporannya, seperti yang diminta OJK untuk mulai di Juli. Ini sebenarnya satu PR juga dan kesiapan masing-masing bank berbeda-beda, ada yang sudah siap menerapkan, ada yang mungkin membereskan laporan dulu. 

Apakah penerapan pembiayaan berkelanjutan sudah merata di perbankan?

Halaman:

Edisi khusus ini merupakan kerja sama Katadata dengan Institute for Climate and Sustainable Cities dan Asia Comms Lab untuk mendorong pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

ICSC x Asia Comms Lab x Katadata
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...